Selasa, 27 Mei 2014

Materi Kelas XI bab 11


MENGHAYATI KEHADIRAN TUHAN DALAM BEKERJA




Pada awal penciptaan dunia, Tuhan telah bekerja dengan menciptakan alam semesta dan segala isinya. Alam semesta dan isinya itu diserahkan Tuhan kepada manusia untuk dikelola dan dimanfaatkan bagi kehidupannya. Manusia mengelola dan mengembangkan alam dengan teknologi yang dikuasainya, agar semakin bermanfaat baginya.
Dengan bekerja orang tidak hanya memelihara ciptaan Tuhan, tetapi juga membangun harapan agar hidup sejahtera. Dengan bekerja hidup men­jadi semakin bermakna atau berarti. Tuhan masih bekerja menyelamatkan manusia sampai saat ini, sehingga bekerja dapat menjadi sarana penyelamatan Tuhan. Dalam bekerja, orang perlu menyadari bahwa Tuhan hadir dalam pekerjaan tersebut, memberi makna atas apa yang dilakukan, menyertai jerih payah orang dalam menyelesaikan pekerjaannya, memberikan harapan akan hari depan yang lebih baik, memberi arah bagaimana orang harus bekerja, dan apa yang harus dikerjakannya. Jelaslah bahwa Tuhan hadir sebagai teman sekerja bagi manusia.  Bekerja dipahami sebagai panggilan Allah untuk mengelola dunia dan untuk melayani kebutuhan orang lain.
Bekerja merupakan salah satu kegiatan orang yang memerlukan pemikiran, dan diarahkan dengan sadar kepada suatu tujuan tertentu, yaitu demi kemajuan orang itu sendiri, baik rohani maupun jasmani. Bekerja itu sendiri mempunyai dua perspektif. Pertama, bekerja itu menjanjikan uang, kenikmatan, dan kekuasaan; dan kedua, bekerja itu memupuk pandangan kejujuran, kesadaran akan kewajiban, dan cinta terhadap sesama
Dengan bekerja, orang mengembangkan daya kemampuannya untuk menciptakan sesuatu dan mengusahakan agar hasil jerih payahnya menjadi optimal dan maksimal. Untuk mencapai hasil seperti itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: (1) Orang harus memiliki semangat bekerja ber­sama karena bekerja itu bukan memanfaatkan orang lain demi kepentingan diri sendiri, tetapi demi kepentingan bersama atau semua pihak yang terkait. Dengan bekerja bersama, orang mampu menghimpun dan memadukan kehendak, akal budi, dan hatinya, serta dapat merasakan bersama kegembiraan dan kesulitan, keberhasilan dan kegagalan, dan sebagainya. (2) Orang harus memiliki kebebasan untuk memilih dan menentukan sendiri pekerjaan yang akan dilakukan, dengan harapan orang itu semakin bertanggung jawab dalam melakukan pekerjaannya. Di sini, kebebasan diartikan sebagai suasana yang memberi kesempatan orang untuk berkreativitas dan mengembangkan semangat inovatif dalam bekerja, sehingga pekerjaan yang dilaku­kan dapat sejalan dengan tujuan karya penciptaan Tuhan dan bermanfaat bagi kesejahteraan banyak orang.
Demi menghormati martabat manusia, tidak seorang pun boleh dihalangi untuk bekerja. Demi tegaknya harga diri, setiap orang wajib bekerjauntuk menanggung hidupnya sendiri atau untuk mendukung kehidupanorang lain, misalnya keluarganya. Menjadi sangat baik kalau pekerjaan itu menjadikan dirinya sendiri berkembang sebagai pribadi, dan sekaligus memberikan kesempatan orang lain bekerja serta mendapatkan apa yang diperlukan guna kelangsungan hidupnya. Salah satu dukungan yang harus diupayakan adalah terbentuknya persekutuan manusiawi di tempat kerja, sehingga dapat memperhatikan kebutuhan-kebutuhan dan kegiatan-kegiatan guna meningkatkan mutu kehidupan orang yang bekerja di situ.

Dalam deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa Pasal 23 ayat 2 dan 3 dinyatakan bahwa "Setiap. nrang tanpa diskriminasi apa pun mempunyai hak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama (ay.2), dan "Setiap orang yang bekerja mempunyai hak atas upah yang adil dan menguntungkan untuk menjamin diri dan keluarga agar hidup pantas dengan martabat manusia, dan bila perlu ditambah sarana-sarana perlindungan sosial lain. Bila pekerja diperlakukan tidak adil, orang dapat berdialog dan melakukan negosiasi, bila belum puas orang dapat menempuh jalur hukum pergi ke pengadilan. Jalan terakhir adalah dengan mogok kerja. Hal itu harus dilakukan sebagai jalan terakhir dan sudah dipertimbangkan sebagai hal yang sungguh-sungguh perlu. Itu pun harus dilakukan dengan adil demi hubungan yang lebih baik dan adil di masa datang" (ay 3).
Bekerja mengandung empat makna utama yaitu makna antropologis (dengan bekerja mengembangkan diri dan menunjukkan kemampuan, ekonomis (memperoleh penghasilan), sosial ( hasil kerja kita dapat bermanfaat bagi orang lain), dan religius ( turut ambil bagian dalam karya ciptaan Allah).
Berikut ini disajikan beberapa pandangan dari berbagai agama dan kepercayaan tentang menghayati kehadiran Tuhan dalam bekerja.
1. Agama Kristen
Allah menempatkan manusia di bumi ini untuk bekerja mengusahakan dan memelihara Eden (kehidupan yang damai sejahtera). Dalam Mazmur 128 :2 disebutkan: Apabila engkau memakan hasil jerih payah tanganmu, berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu." Jadi, di samping untuk memuliakan Tuhan, bekerja juga untuk mencapai kebahagiaan dan keadaan yang baik, serta kesejahteraan masyarakat. Arti panggilan dan pekerjaan bagi orang kristen dapat diuraikan sebagai berikut: kerja bagi seorang kristen adalah menjadi pelayan, yaitu pelayan kepada Allah dalam usaha Allah melayani manu­sia. Ini berarti bahwa pekerjaan yang kita kerjakan adalah pekerjaan Allah, yang cara dan pelaksanaannya harus menurut cara dan panggilan-Nya. Allah ingin melayani manusia supaya manusia mengenal siapa Allah.
Allah melayani manusia dengan menyelamatkannya. Oleh sebab itu, kerja harus juga berarti pelayanan manusia demi keselamatan mereka  tubuh jiwa dan roh. Dengan demikian, kerja itu mempunyai tujuan untuk menyelamatkan diri sendiri, menyelamatkan keluarga, menyelamatkan bangsa, menyelamatkan persekutuan, dan menyelamatkan Gereja.
2. Agama Katolik
Allah sendiri dilukiskan sebagai Pencipta, yang bekerja dari hari pertama sampai hari yang Keenam dan pada hari ketujuh beristirahat dari pekerjaan yang dikerjakan-Nya. Allah, Sang Pekerja, selalu bekerja sampai hari ini. la menciptakan manusia sebagai citraNya sendiri dan juga sebagai pekerja.
a.         Allah menghendaki  manusia untuk bekerja.
Dunia dan makhluk-makhluk lainnya diserahkan oleh Allah kepada manusia untuk dikuasai, ditaklukkan, dan dipergunakan. Dengan demikian, manusia menjadi wakil Allah di dunia ini. la menjadi pengurus dan pekerja yang menyelenggarakan ciptaan-Nya.
b.      Singkatnya, Allah memanggil manusia untuk menjadi kawan sekerja-Nya supaya:
-     manusia turut menyempurnakan dan menyelamatkan dunia
-     manusia menjadi semakin secitra dengan Allah, Sang Pencipta dan Pekerja
-     manusia sungguh menjadi raja alam, yang memelihara alam dengan kerjanya.
c.    Dengan bekerja manusia bukan saja dapat beker­ja sama dengan Allah, tetapi juga dapat memuliakan Allah. Menurut kitab suci manusia itu serupa dengan Allah. Penyerupaan itu adalah penyerupaan dengan Allah, Sang Pencipta dan Penyelenggara. Allah memberikan kemampuan dan kewajiban pada manusia untuk mengerjakan, melengkapkan, dan menyempurnakan ciptaan Allah yang lain. Dengan memperbaiki alam dan makhluk-makhluk lainnya, alam itu akan lebih mencerminkan kebaikan dan kebesaran Allah. 
d.       Dengan bekerja manusia mendekatkan dirinya secara pribadi dengan Allah. Manusia akhirnya terunruk bagi Allah sebagai yang terakhir. Kerja akhirnya merupakan salah satu bentuk pengab-dian pribadi kepada Allah sebagai tujuan akhir manusia. 

3. Agama Islam
Dalam proses kejadiannya, manusia diciptakan dan diturunkan Allah ke dunia ini untuk menjadi khalifah di bumi. Pengertian "khalifah" secara harfiah berarti pengganti atau wakil Allah di bumi. Manusia diberi kuasa oleh Allah untuk melaksanakan kehendak Allah dalam penciptaan di bumi dan isinya. Dalam tugas kekhalifahan ini, manusia melakukan pengerahan diri dan potensi melalui aktivitas yang bersifat material maupun spiritual. Dengan kesadaran, akal budi, dan kehendak bebasnya, ia melakukan penciptaan, penertiban, dan pengolahan nilai-nilai komunikasi. Dengan kemampuan daya pikirnya, manusia menciptakan sesuatu yang bam, yang semula belum sempurna atau tidak ada sama sekali, baik yang bersifat jasmaniah maupun rohaniah. Mela­lui kerja dan karya, manusia menciptakan peralatan untuk memenuhi hajad hidupnya. Penciptaan alat-alat, barang atau jasa tersebut, dimaksudkan untuk memberi arti atau makna bagi kehidupan dan keberadaan diri-nya.

4. Agama Buddha
Dalam Buddha dikenal dengan Pumakirya atau Sepuluh Jalan Perbuatan Baik. Salah satu jalan terse-but yaitu Sil, di mana orang harus melakukan perbuatan, ucapan dan mata pencarian yang benar. Maka dalam bekerja, seseorang harus bekerja dengan benar, berpenghidupan yang benar.

5.  Agama Hindu
 Karma artinya bekerja dan Yoga berarti menghubungkan diri dengan Tuhan. Jadi Karma Yoga ber­arti menghubungkan diri dengan Tuhan melalui bekerja. Ada yang mengatakan sembahyang melalui bekerja. Dalam hal ini diartikan pula bahwa bekerja yang baik dan benar adalah bekerja secara Karma Yoga. Pengertian Karma Yoga secara umum adalah bekerja tanpa pamrih. Bekerja tidak sambil menghitung-hitung untung dan rugi. Bekerja dengan tekun dan teliti demi suksesnya pekerjaartnya itu. Bekerja dengan rela dan rulus hati demi kepuasan klien atau orang yang dilayani. Tentang keuntungan atau buah karma yang dipetik dari pekerjaan itu diserahkan kepada Tuhan Maha Esa. Inilah cara bekerja yang baik dan benar. Sikap dan perilaku bekerja seperti inilah yang disebut Karma Yoga.

 Sumber pustaka: Komisi Kateketik KAS dan Majelis Pendidikan Katolik KAS, Pendidikan Religiositas untuk SMA kelas 2, Tuhan Mendekati Manusia, Yogyakarta, Kanisius, 2005, hlm.70-76

Materi Kelas XI Bab 10


MENGHAYATI KEHADIRAN TUHAN DALAM DOA


  
Doa merupakan ungkapan iman dan wujud kesadaran orang mengenai relasinya dengan Tuhan. Doa juga merupakan wujud kesadaran untuk mengarahkan diri pada Tuhan yang telah mengasihinya. Dalam berdoa, orang menghayati kehadiran Tuhan, yang dekat dan yang bisa disapa. Orang menempatkan diri di hadirat Tuhan yang mahakasih dan mahahadir. 
Dalam doa, iman dibahasakan dengan segala ciri-cirinya yang sesuai dengan keyakinan pribadi atau ketentuan agama dan kepercayaan yang dianut oleh orang itu, baik dengan bahasanya sendiri, dengan bahasa puitis, dengan bersuara lantang, dan dengan bahasa batin atau dalam hati. Doa juga dapat dilakukan dengan membaca buku doa atau kitab suci agama dan kitab ajaran kepercayaan. Yang paling utama dalam doa adalah berdoa itu menyatakan apa yang ada dalam hati dan apa yang diimaninya.

Tatkala berdoa orang menghadap Tuhan, yang dilakukan dengan cara dan sikapnya masing-masing. Cara berdoa dan bersikap dalam berdoa sangat ditentukan oleh pemahaman dan penghayatannya akan Tuhan. Maka, setiap agama dan kepercayaan memiliki tata cara yang berbeda, misalnya sikap tubuh selama berdoa, ungkapan bahasa, dan sebagainya. Sikap tubuh yang dilakukan, misalnya berlutut, tunduk, bersila, bersimpuh, kedua telapak tangan mengatup di dada, kedua tangan terbuka ke atas, mata terpejam, dan sebagainya. Selain tata cara, ada sikap hati yang perlu diperhatikan, misalnya sikap merasa tidak berdaya di hadapan Tuhan, sikap berserah diri atau mempercayakan diri, sikap berharap yang didasarkan pada kejujuran dan ketulusan, dan sebagainya.
Dengan berdoa, orang menghadapkan persoalan hidup pada Tuhan agar perjuangan hidup lebih dikuatkan, tetapi jangan diartikan orang melarikan diri dari realitas atau mengembalikan tanggung jawab hidupnya pada Tuhan. Doa jangan dipahami sebagai cara atau jalan untuk membujuk Tuhan. Tuhan tak bisa 'disogok' dengan kata-kata indah dan air mata. De­ngan doa berarti orang siap berjuang bersama Tuhan, dan siap hidup dalam Tuhan. Orang harus berjuang dan berusaha kembali mengatasi persoalan hidup, setelah memperoleh kekuatan dari Tuhan melalui doa. Persoalan hidup tidak akan teratasi dan dianggap selesai hanya karena berdoa. Dengan membangun dan mengembangkan semangat doa, orang diharapkan semakin baik hidupnya, relasi dengan Tuhan semakin mendalam, dan kualitas hidup masyarakat sekelilingnya juga diperbaiki.
Dalam berdoa,  orang menyadari sepenuhnya bahwa Tuhan hadir dalam doa umatnya, karena pada saat berdoa orang sengaja memilih dan mengkhususkan waktu untuk berjumpa dengan Tuhan dan merasakan kasihnya secara khusus. Selain itu, Tuhan mendengarkan doa yang dilambungkan, apakah pujian, syukur, permohonan, pengampunan dosa, doa penyerahan diri, dan sebagainya. 
Ketika orang berdoa, ada berbagai kesulitan dan hambatan yang dialami, misalnya rasa ngantuk, rasa malas, tidak betah duduk atau bersila atau berlutut, hati jengkel atau marah, tidak tahu bagaimana harus berdoa, tidak ada buku pegangan doa, tidak mempunyai kitab suci, dan sebagainya. Dengan demikian, ada harapan bahwa doa bukan sebagai beban atau kewajiban yang harus dipenuhi, tetapi menjadi kebutuhan orang yang menyadari dirinya sebagai makhluk ciptaan yang dikasihi Tuhan.
Dalam agama dan kepercayaan masing-masing, orang mengenai dan melakukan doa baik secara pribadi maupun secara bersama-sama, yang disebut ibadat umat atau berjamaah. Ibadat umat atau doa berjamaah biasanya dipimpin oleh pemimpin doa agama dan kepercayaan masing-masing, dengan tata cara yang sudah dimengerti bersama oleh pemeluk agama dan kepercayaan masing-masing, dengan peralatan doa yang ditentukan oleh agama dan kepercayaan masing-masing.
Berikut ini disajikan beberapa pandangan dari berbagai agama dan kepercayaan tentang menghayati kehadiran Tuhan dalam doa.
1. Agama Budha
Doa merupakan suatu bentuk kebaktian kepada Sanghyang Adi Buddha. Doa ini bisa berbentuk paritta, yaitu doa pujian, doa-doa mohon perlindungan Sanghyang Adi Budha, dan doa-doa yang mengungkapkan ajaran-ajaran Sang Budha, atau ber­bentuk meditasi. Meditasi ini bisa bertujuan untuk mengembangkan cinta kasih dan membersihkan perasaan benci yang disebut Metta Bhavana, atau untuk mengembangkan ketenangan batin dan melenyapkan kegelisahan dalam hati yang disebut Samtha Bhavana. Demikian dalam pelaksanaan kebaktian dan kebatinan agama Buddha, Paritta dan Meditasi memegang peranan yang sangat penting.

2. Agama Islam
Dalam doa, manusia memuja dan memuji Allah. Doa atau sembahyang merupakan pokok pangkal segala ibadah. Dalam segala macam sembahyang, manusia membuka hatinya dan menghamparkannya di hadapan Allah, semoga hidup manusia ini diberi berkat. Dengan doa, manusia merasa dekat dengan Allah. Sembahyang, khususnya sembahyang lima waktu, itu laksana halte atau stasiun tempat-tempat perhentian jiwa dan pengasoannya. Kalau berdoa, berdoalah dengan "khusyu"dan "ikhlas", wajah menghadap ke kiblat, hati tertuju kepada Allah. Lepaskan hubungan dengan yang lain, sembahyang dapat disebut "Miraj orang beriman", karena dengan sembahyang orang-orang beriman terbang ke angkasa luas, lepas daripada alam benda ini.
Doa dapat diartikan ucapan permohonan dan pujian kepada Allah SWT dengan cara-cara tertentu. Dalam Alquran, doa disebutkan dengan beberapa pengertian, yakni doa berarti permintaan, permohon­an, panggilan, dan pujian. Doa merupakan suatu ibadah yang tidak menuntut syarat dan rukun yang ketat. 

3. Agama Kristen
Doa adalah ungkapan keyakinan atas kasih setia Allah yang senantiasa membuka diri untuk men-dengar dan menolong umat-Nya, sekaligus merupa­kan kesediaan diri untuk menerima dan melakukan apa yang menjadi kehendak Allah. Dalam khotbah di bukit, Tuhan Yesus Kristus menegur sikap doa yang keliru, yaitu:
1.      Doa yang dipakai untuk mencari pujian dari orang banyak.
2.      Doa bertele-tele yang menganggap bahwa karena banyak kata-kata, akan dikabulkan.
3.      Inti doa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus Kristus ialah:
4.      Memuliakan Tuhan dengan menyerahkan diri sepenuhnya pada kedaulatan Allah sehingga ke­ hendak Tuhan yang terjadi di bumi dan di sorga.
5.      Memohon tercukupinya kebutuhan hidupnya pada hari ini.
6.      Mohon pertolongan agar terlepas dari cobaan.

4. Agama Katolik
Doa menurut Kitab Suci adalah gerak hati yang mencari Allah karena ingin bersatu dengan Allah. Bersatu dengan Allah itulah yang menjadi kepenuhan dan kepuasan hidup. Doa merupakan wujud ketaqwaan yaitu penyerahan diri secara total kepada kehendak Allah.
Kitab suci mengajak kita untuk berdoa. Kalau berdoa, hendaknya kita berdoa dengan hati. Kita ber­doa dengan hati, karena hati adalah pusat kepribadian manusia menurut Kitab Suci. Dengan demikian, kita diajak berdoa dengan seluruh kepribadian kita, yang secara dinamis selalu mencari Allah. Berdoa dengan hati tidak berarti berdoa dengan perasaanmanusiawi atau sentimental belaka, tetapi perasaan yang hidup dan bergerak dalam iman dan Roh. Kita berdoa hendaknya bertolak dari pengalaman hidup yang nyata.

5. Agama Hindu
Tujuan orang sembahyang atau berdoa adalah memuja kebesaran Tuhan, memohon perlindungan, dan berterima kasih pada-Nya atas segala anugerah-Nya. Sikap tersebut akan membentuk pribadi mulia, tidak takabur, beriman yang teguh, sabar, tidak cepat putus asa, rendah hati, dan sebagainya.
Cara melakukan doa atau sembahyang dalam agama Hindu ada dua jenis: Tri Sandhya, yaitu sem­bahyang dilakukan setiap hari tiga kali bagi umat Valaka (masyarakat umum), sedangkan bagi sulinggih seperti para pendeta akan melakukan apa yang disebut Suryasevana. Kramaning sembah, yaitu sembahyang yang dilakukan pada hari-hari tertentu dan berkaitan dengan upacara tertentu, seperti hari piodalan dipura, perayaan hari-hari suci, baik itu hari raya Galungan, hari Saraswati maupun upacara lainnya,
Di Indonesia atau di negara yang masyarakatnya plural, doa dapat dilakukan secara lintas agama dan kepercayaan, baik karena ada tema tertentu yang dianggap penting atau ada keprihatinan bersama. Kegiatan seperti ini tentunya sangat menguntungkan, karena semua merasa sebagai sesama makhluk Tuhan yang sederajat dan juga dapat mempererat tali silaturahmi antarpemeluk agama dan kepercayaan. Dalam melakukan doa bersama lintas agama dan kepercayaan ini, diharapkan tetap menghargai keyakinannya masing-masing. Namun kenyataannya, ada agama dan kepercayaan yang mempunyai ketentuan bahwa orang tidak boleh mengamini doa dari agama dan kepercayan lain. Kalau hal ini terjadi, maka masing-masing orang dapat berdoa dalam hati sesuai imannya ketika seseorang baru melambungkan doa menurut agama dan kepercayaannya sendiri. 

Sumber pustaka: Komisi Kateketik KAS dan Majelis Pendidikan Katolik KAS, Pendidikan Religiositas untuk SMA kelas 2, Tuhan Mendekati Manusia, Yogyakarta, Kanisius, 2005, hlm.64-69