Senin, 26 November 2018

Rangkuman Materi kelas XI Bab I

MATERI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK  
KELAS XI

K.D. 1 : ARTI DAN MAKNA GEREJA
KOMPETENSI DASAR
1.1.      Bersyukur  pada  Allah yang  menganugerahkan Gereja sebagai umat Allah dan persekutuan yang terbuka.
2.1.      Bertang-gungjawabsebagaianggota Gereja  yang merupakan umat Allah dan persekutuan yang terbuka.
3.1.      Memahami  Gereja sebagai umat Allah dan persekutuan yang terbuka
4.1.    Melakukan aktivitas (menuliskan refleksi/doa/puisi/ membuat kliping berita dan gambar/ melakukan wawancara dengan tokoh-tokoh umat)  tentang Gereja  sebagai umat Allah dan persekutuan yang terbuka.

           
A.    GEREJA SEBAGAI UMAT ALLAH
Ciri Gereja sebagai umat Allah nampak dari panggilan dan inisiatif Allah, persekutuan, hubungan mesra antara manusia dengan Allah, karya keselamatan dan peziarahannya. Gereja Umat Allah berkembang dan semakin meluas karena pemberitaan Injil oleh para Murid dan orang-orang yang mau mengimani, yang mendapat pengalaman paskah, percaya dan bertobat dan terus dijiwai dan dibimbing oleh Roh Kudus.
Dasar yang sebaiknya terus dikembangkan dalam pandangan Gereja sebagai Umat Allah adalah bahwa hidup menjemaat pada dasarnya merupakan hakikat Gereja itu sendiri. Sebab hakikat Gereja adalah persaudaraan, cinta kasih seperti yang dicerminkan oleh hidup jemaat perdana.
Konsekuensi yang harus dikembangkan dalam pandangan Gereja sebagai Umat Allah adalah bahwa dalam hidup menjemaat ada banyak kharisma dan rupa-rupa karunia yang dapat dilihat, diterima dan digunakan untuk kepentingan seluruh anggota Gereja. Maka dalam hidup menjemaat, semua orang mempunyai martabat dan tanggungjawab yang sama dan secara aktif terlibat sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Kata “Gereja”, berasal dari bahasa Portugis, igreja yang diambil dari kata bahasaYunani ekklesia, berarti ‘kumpulan’, ‘pertemuan’, ‘rapat’. Paus Fransiskus menjelaskan ekklesiasebagai “pertemuan akbar orang-orang yang dipanggil”:Allah memanggil kita semua untuk menjadi keluarga-Nya. Gereja, adalah kasih Allah yang diaktualisasikan dalam mencintai diri-Nya dan orang lain, semua orang, tanpa membeda-bedakan. Gereja menjadi nyata ketika karunia Roh Kudus memenuhi hati para Rasul dan membakar semangat mereka untuk pergi ke luar dan memulai perjalanan mereka untuk mewartakan Injil, menyebarkan kasih Allah.
Apa itu Gereja? Apabila pertanyaan tersebut ditujukan kepada Umat katolik sendiri, banyak yang menjawab Gereja sebagai tempat ibadat atau tempat untuk misa agama katolik atau agama kristen lainnya. Ada pula yang menjawab Gereja itu sebuah organisasi rohani atau keagamaan dengan pemimpinnya Paus, Uskup, Imam. Bagi orang-orang non kristen, Gereja sama dengan tempat ibadat orang kristiani, atau bahkan Gereja adalah sebuah lembaga sosial keagamaan warisan bangsa kolonial ratusan tahun silam. Istilah atau kata “Gereja” selain diartikan sebagai sebuah gedung atau tempat orang Kristiani beribadat, juga mengandung pengertian sebagai kumpulan orang-orang yang percaya dan beriman kepada Yesus Kristus. Gereja sebagai Umat Allah bukanlah pertama-tama organisasi manusiawi, melainkan perwujudan dari karya keselamatan Allah. Arti dan Makna Gereja” menurut ekklesiologi sesudah Konsili Vatikan II adalah Gereja adalah Umat Allah, semua anggota terlibat dalam pewartaan kristus. Gereja Umat Allah berdasarkan pengalaman iman Bangsa Israel dipahami sebagai bangsa terpilih.
“Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus”(1Kor.12:12). Kutipan kata-kata santo Paulus kepada jemaat di Korintus tersebut menegaskan bahwa Gereja terdiri dari banyak anggota namun satu kesatuan dalam Kristus. Paham Gereja sebagai Umat Allah mengakui kesamaan martabat dan peran semua anggota Gereja, mereka berbeda dalam hal fungsi dan perannya.
Gereja sebagai persekutuan yang terbuka artinya semua warga Gereja diajak menyadari pentingnya  keterbukaan bagi penganut agama lain

Rencana Bapa yang bermaksud menyelamatkan semua orang
“Atas keputusan kebijaksanaan serta kebaikan-Nya yang sama sekali bebas dan rahasia, Bapa yang kekal menciptakan dunia semesta. Ia menetapkan, bahwa Ia akan mengangkat manusia untuk ikut serta menghayati hidup Ilahi. Ketika dalam diri Adam umat manusia jatuh, Ia tidak meninggalkan mereka, melainkan selalu membantu mereka supaya selamat, demi Kristus Penebus, citra Allah yang tak kelihatan, yang sulung dari segala makluk (Kol 1:15). Adapun semua orang, yang sebelum segala zaman telah dipilih oleh Bapa, telah dikenal-Nya dan ditentukan-Nya sejak semula, untuk menyerupai citra putera-Nya, supaya Dialah yang menjadi sulung diantara banyak saudara (Rom 8:29). Bapa menetapkan untuk menghimpun mereka yang beriman akan Kristus dalam Gereja kudus.


B.     GEREJA SEBAGAI PERSEKUTUAN YANG TERBUKA
Perubahan cara pandang Gereja dari model institusi piramidal menjadi model persekutuan umat:



Gambar 1.3 : Gereja Umat Allah Model Institusi Piramidal
Sebelum Konsili Vatikan II Gereja mempunyai model/bentuk institusional, hierarkis pyramidal


·        Para hierarki (Paus, Uskup, dan para tahbisan) menguasai Umat.
·        Organisasi (lahiriah) yang berstruktur piramidal, tertata rapi.
·        Mereka memiliki kuasa untuk menentukan segala sesuatu bagi seluruh Gereja.
·        Sedangkan Umat hanya mengikuti saja hasil keputusan hierarki.
·        Model ini cenderung “imamsentris” atau “hierarki sentris” artinya hierarki pusat gerak Gereja.
·        Gereja model piramidal cenderung mementingkan aturan, lebih statis dan sarat dengan aturan.
·        Gereja sering merasa sebagai satu-satunya penjamin kebenaran dan keselamatan bahkan bersikap triumfalistik (memegahkan diri)

Gambar 1.4 : Gereja Umat Allah Model Persekutuan Umat
Setelah Konsili Vatikan II, ada keterbukaan dan pembaharuan cara pandang pada Gereja sebagai persekutuan Umat.
·        Gereja tidak lagi “hierarki sentris” melainkan Kristosentris” artinya Kristuslah
pusat hidup Gereja. Sedangkan kaum hierarki, Awam, dan Biarawan-Biarawati
sama-sama mengambil bagian dalam tugas Kristus dengan cara yang berbedabeda sesuai dengan talenta dan kemampuannya masing-masing.
·        Gereja lebih bersikap terbuka dan rela berdialog untuk semua orang. Gereja meyakini bahwa di luar Gereja pun terdapat keselamatan.
·        Adanya paham Gereja sebagai Umat Allah yang memberikan penekanan pada kolegialitas episkopal (keputusan dalam kebersamaan).
·        Adanya pembaharuan (aggionarmento) yang mendorong Umat untuk terlibat dan berpartisipasi serta bekerjasama dengan para klerus.
·        Kepemimpinan Gereja; Didasarkan pada spiritualitas Yesus yang melayani para murid-Nya, maka konsekuensi yang dihadapi oleh Gereja sebagai Umat Allah adalah: hierarki yang ada dalam Gereja bertindak sebagai pelayan bagi Umat dengan cara mau memperhatikan dan mendengarkan Umat. Selain itu keterlibatan Umat untuk mau aktif dan bertanggung jawab atas perkembangan Gereja juga menjadi hal yang penting. Maka, hierarki dan Umat/awam diharapkan dapat menjalin kerja sama sebagai partner kerja dalam karya penyelamatan Allah di dunia


Gereja sebagai persekutuan yang terbuka artinya semua warga gereja diajak menyadari pentingnya keterbukaan. Bukan hanya keterbukaan dengan sesama dalam iman dan keyakinan melainkan keterbukaan bagi agama lain. Artinya, kita membuka berbagai kemungkinan kerjasama yang baik dengan semua pihak. Kita perlu melakukan dialog unuk saling mengenal dan memperkaya.
Kaum hierarki dan biarawan-biarawati memiliki martabat yang sama dengan kaum awam  yaitu sebagai Umat Allah dengan fungsi atau peranan yang berbeda. Dengan kata lain yang membedakan hierarki dan awam adalah fungsinya, dan bukan hakikatnya.
Gereja sebagai persekutuan yang terbuka harus selalu siap untuk berdialog dengan agama dan budaya manapun. Gereja perlu membangun kerjasama yang lebih intensif dengan siapa saja yang berkehendak baik.
Bentuk kegiatan yang menjadi contoh dan tanda bahwa Gereja adalah persekutuan yang terbuka:
a.      Gereja terbuka terhadap masalah-masalah kemiskinan, inkulturasi dan dialog antar agama.
b.      Lahirnya semboyan pelayanan Gereja kepada kaum miskin: “preferential option for the poor”
c.      Kegiatan APP (Aksi Puasa Pembangunan) yang merupakan wujud gereja untuk memberi perhatian kepada orang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel.
d.      Di sekolah, kita mempunyai tradisi mengumpulkan dana “Lima Roti dua Ikan” yang merupakan wujud keterlibatan kita membantu sesama kita yang miskin. Juga uang sosial yang kita kumpulkan setiap bulan digunakan untuk membantu teman kita yang sakit, berduka atau karyawan sekolah yang membutuhkan bantuan.

Cara Hidup Jemaat Perdana
(Kis 4: 32-37; bdk.1 Kor 12: 12 - 27)
32 Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama.
33 Dan dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah.
34 Sebab tidak ada seorang pun yang berkekurangan di antara mereka, karena semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu, dan hasil penjualan itu mereka bawa
35 dan mereka letakkan di depan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya.
36 Demikian pula dengan Yusuf, yang oleh rasul-rasul disebut Barnabas, artinya anak penghiburan, seorang Lewi dari Siprus.
37  Ia menjual ladang miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul

Makna Kutipan Kitab Suci Kisah Para Rasul
·        Kitab Suci (Kis 4:32-37) di atas memberikan gambaran yang ideal terhadap komunitas/persekutuan Umat Perdana. Cara hidup Umat Perdana tersebut tetap relevan bagi kita hingga sekarang. Kebersamaan dan menganggap semua adalah milik bersama mengungkapkan persahabatan yang ideal pada waktu itu. Yang pokok ialah bahwa semua anggota jemaat dicukupi kebutuhannya dan tidak seorang pun menyimpan kekayaan bagi dirinya sendiri sementara yang lain berkekurangan.
Mungkin saja kita tidak dapat menirunya secara harafiah, sebab situasi sosial-ekonomi kita sudah sangat berbeda. Namun, semangat dasarnya dapat kita tiru, yaitu kepekaan terhadap situasi sosial-ekonomis sesama saudara dalam persekutuan Umat. Kebersamaan kita dalam hidup menggereja tidak boleh terbatas pada hal-hal rohani seperti doa, perayaan ibadah, kegiatan-kegiatan pembinaan iman, tetapi harus juga menyentuh kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya seperti yang sekarang digalakkan dalam Komunitas Basis Gereja

  
EVALUASI


Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut dengan uraian yang jelas dan benar!
1.      Sebutkan ciri-ciri Gereja sebagai Umat Allah
2.      Apa yang memungkinkan Gereja sebagai umat Allah dapat berkembang sehingga mencapai situasi seperti sekarang ini?
3.      Apakah dasar yang sebaiknya terus dikembangkan dalam pandangan Gereja sebagai Umat Allah?
4.      Jelaskan konsekuensi yang harus dikembangkan dalam pandangan Gereja sebagai Umat Allah!
5.      Jelaskan apa yang dimaksud dengan Gereja sebagai persekutuan yang terbuka!
6.      Jelaskan posisi kaum Hierarki dan biarawan-biarawati dalam pengertian Gereja sebagai persekutuan yang terbuka!
7.      Sebut dan jelaskan tuntutan yang senantiasa harus dipenuhi Gereja sebagai persekutuan yang terbuka!
8.      Sebutkan berbagai bentuk kegiatan yang menjadi contoh dan tanda bahwa Gereja adalah persekutuan yang terbuka!
9.      Berdasarkan kutipan dari Kisah Para Rasul (Kis.4: 32-37) menganai cara hidup Jemaat Perdana, jawablah pertanyaan berikut:
a.      Apa saja yang menarik dari cara hidup Umat Perdana yang dikisahkan di atas?
b.      Gambaran Gereja model apa yang terungkap dari kisah tersebut?
Apakah cara hidup Umat Perdana itu dapat kita tiru secara harafiah? Mengapa?

Nilai-Nilai Kehidupan yg Diperjuangkan (Handout kelas XII bab II)

BAB II 
MEMPERJUANGKAN NILAI-NILAI KEHIDUPAN MANUSIA

Kompetensi Dasar
1.1. Menghayati  nilai-nilai keadilan, kejujuran, kebenaran, perdamaian dan keutuhan ciptaan sesuai dengan ajaran Yesus Kristus
2.2. Berperilaku peduli  pada  nilai-nilai keadilan, kejujuran, kebenaran, perdamaian dan keutuhan ciptaan sesuai dengan ajaran Yesus Kristus
3.2. Memahami nilai-nilai keadilan, kejujuran, kebenaran, perdamaian dan leutuhan ciptaan sesuai dengan ajaran Yesus Kristus
4.2. Menerapkan  nilai-nilai keadilan, kejujuran, kebenaran, perdamaian dan leutuhan ciptaan sesuai dengan ajaran Yesus Kristus

TUHAN, jadikanlah aku pembawa damai.
Bila terjadi kebencian, jadikanlah aku pembawa cinta kasih.
Bila terjadi penghinaan, jadikanlah aku pembawa pengampunan.
Bila terjadi perselisihan, jadikanlah aku pembawa kerukunan.
Bila terjadi kesesatan, jadikanlah aku pembawa kebenaran.
Bila terjadi kebimbangan, jadikanlah aku pembawa kepastian.
Bila terjadi keputus-asaan, jadikanlah aku pembawa harapan.
Bila terjadi kegelapan, jadikanlah aku pembawa terang.
Bila terjadi kesedihan, jadikanlah aku pembawa sukacita.
Ya Tuhan Allah,
ajarlah aku untuk lebih suka menghibur daripada dihibur;
mengerti daripada dimengerti;
mengasihi daripada dikasihi;
sebab dengan memberi kita menerima;
dengan mengampuni kita diampuni,
dan dengan mati suci kita dilahirkan ke dalam Hidup Kekal.
Amin.
Doa dari Santo Fransiskus Asisi tersebut merupakan ajakan bagi kita semua untuk menjadi pembawa damai bagai sesama. Mengasihi sesama satu sama lain berarti menyertakan Allah dalam hidupnya, menyertakan Allah dalam hidupnya berarti mewujudkan keharmonisan, keindahan, sukacita kebahagiaan dan kedamaian untuk dirinya dan sesama.
Suka cita merupakan sikap “terima kasih” yang seutuhnya terhadap Allah karena dalam masa sulit dapat  merasakan kedamaian. Raihlah kedamaian dan suka cita dari diri sendiri dahulu demi mendapatkan Kasih Sejati Allah, ciptakan rasa bahagia mengiringi setiap langkah meniti hari demi hari menuju hari kemenangan. Jangan mengeluh atau berputus asa ketika ujian dan cobaan itu datang tetapi sikapi  ujian dan cobaan datang sebagai wujud kasih Allah menyertai agar manusia selalu mengingat-Nya berlapang hati dan bersikap rendah hati itu yang diinginkan Allah bagi mereka yang menerima ujian dan cobaan  seberat apapun bebannya jika diterima dengan hati lapang dan sikap rendah hati maka Allah akan memberikan rasa ringan dan damai dalam melalui masa sulitnya
Pada kegiatan pembelajaran ini akan dibahas tentang nilai-nilai kehidupan manusia yang perlu diperjuangkan yaitu keadilan, kejujuran, kebenaran, kedamaian, serta keutuhan lingkungan hidup (keutuhan ciptaan). Hal-hal tersebut merupakan nilai- nilai dasar hidup  kristiani.

A.    KEADILAN
Keadilan merupakan suatu kondisi yang didambakan setiap insan manusia. Adil berarti tidak berat sebelah, berpihak kepada yang benar atau berpegang pada kebenaran. Keadilan berarti memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya, baik itu hak asasi maupun hak sipil. De fakto, dalam kehidupan masyarakat, kita menemukan banyak praktek ketidakadilan, entah dari segi ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya. Semua tindakan itu menunjukkan bahwa masyarakat kita, sadar atau tidak , sering tidak menghormati hak milik orang lain. Contoh sederhana, misalnya kasus Nenek Minah warga Banyumas yang divonis bersalah karena mencuri 3 biji kakao milik PT. Rumpun Sari Antan, kasus Nenek Asiani warga Situbondo yang dituduh mencuri kayu, sementara penanganan kasus-kasus korupsi para pejabat pemerintahan terkesan lambat dan berbelit-belit. Inilah yang seringkali menjadi sindiran bahwa keadilan di negeri ini “tajam ke bawah tumpul ke atas”, artinya ketika mengadili masyarakat menengah ke bawah para “penegak” keadilan mudah menjatuhkan vonis/hukuman, sedang ketika menangani kasus-kasus pejabat/orang-orang menengah ke atas pengadilan terkesan lambat. Secara umum, ketidakadilan itu tampak nyata dalam bentuk-bentuk antaralain:
a.      Tindakan perampasan dan penggusuran hak-hak orang lain, pencurian, perampokan dan korupsi.
b.      Tindakan pemerasan dan rekayasa
c.      Sikap enggan membayar utang, termasuk kredit macet, yang berbuntut merugikan rakyat kecil.
Keadilan menunjuk pada suatu keadaan, tuntutan, dan keutamaan.
a)           Keadilan sebagai “keadaan” menyatakan bahwa semua pihak memperoleh apa yang menjadi hak mereka dan diperlakukan sama. Misalnya, di negara atau lembaga tertentu ada keadilan, semua orang diperlakukan secara adil (tidak pandang suku, agama, ras, atau aliran tertentu).
b)          Keadilan sebagai “tuntutan” menuntut agar keadaan adil itu diciptakan baik dengan mengambil tindakan yang diperlukan, maupun dengan menjauhkan diri dari tindakan yang tidak adil.
c)           Keadilan sebagai “keutamaan” adalah sikap dan tekad untuk melakukan apa yang adil.
Ada tiga jenis keadilan yaitu komutatif, distributif, dan keadilan  legal.
a)           Keadilan komutatif menuntut kesamaan dalam pertukaran, misalnya mengembalikan pinjaman atau jual-beli yang berlaku pantas, tidak ada yang rugi.
b)          Keadilan distributif menuntut  kesamaan  dalam  membagikan  apa yang menguntungkan dan dalam menuntut pengorbanan. Misalnya, kekayaan alam dinikmati secara adil dan pengorbanan untuk pembangunan ditanggung bersama-sama dengan adil.
c)           Keadilan legal menuntut kesamaan hak dan kewajiban terhadap negara sesuai dengan undang-undang yang berlaku

B.     KEBENARAN
Kebenaran berarti suatu kondisi yang sesuai dengan hal yang sesungguhnya. Kebenaran juga berarti hal-hal yang sungguh-sungguh benar.  Karena itu kebenaran berkaitan erat dengan kejujuran. Orang jujur berarti orang bertindak atas dasar kebenaran.
Matius 5: 37
37Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat
Yohanes 8: 43-47
43Apakah sebabnya kamu tidak mengerti bahasa-Ku? Sebab kamu tidak dapat menangkap firman-Ku.
44Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta. 45Tetapi karena Aku mengatakan kebenaran kepadamu, kamu tidak percaya kepada-Ku. 46Siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa? Apabila Aku mengatakan kebenaran, mengapakah kamu tidak percaya kepada-Ku? 47Barangsiapa berasal dari Allah, ia mendengarkan firman Allah; itulah sebabnya kamu tidak mendengarkannya, karena kamu tidak berasal dari Allah.

Dalam sabda Kitab Suci ditegaskan bahwa kebenaran tidak hanya berarti tidak berbohong, tetapi juga mengambil bagian dalam kehidupan Allah. Allah adalah “sumber kebenaran”, karena Allah selalu berbuat sesuai dengan janji-Nya. Maka Allah berfirman “Jangan bersaksi dusta”.
Bentuk-bentuk kebohongan:
a)           Berdusta dan saksi dusta. Berdusta berarti mengatakan  yang  tidak benar dengan maksud untuk menyesatkan. Dusta adalah pelanggaran paling langsung terhadap kebenaran. Berdusta berarti berbicara atau berbuat melawan kebenaran untuk menyesatkan seseorang, yang mempunyai hak untuk mengetahui kebenaran.
b)          Rekayasa atau manipulasi. Rekayasa atau manipulasi berarti menyiasati atau membawa orang lain kepada suatu tujuan yang menguntungkan dirinya sendiri, yang mungkin saja orang lain mendapat rugi. Rekayasa dan manipulasi itu bersifat mengelabui.
c)           Fitnah dan umpatan. Fitnah dan umpatan adalah tindakan yang sangat jahat, sebab yang difitnah tidak hadir untuk membela diri. Fitnah dapat berkembang tanpa saringan

C.    PERDAMAIAN
Di berbagai bangsa/wilayah Negara kita masih menyaksikan pertikaian dan peperangan, entah itu antar sesama bangsa (perang saudara) maupun antar Negara tetangga seperti Israel dengan Palestina. Segala upaya telah dilakukan baik oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) maupun oleh tokoh atau Negara tertentu. Sementara di Indonesia, kedamaian hidup warga Negara kadang-kadang terusik, entah karena urusan politik ataupun oleh sentimen suku dan agama. Dalam dunia pendidikan, kita tidak jarang menyaksikan kekerasan antar pelajar dan antar mahasiswa.
a).        Fakta-Fakta Pertikaian dan Perang
Kita dapat menyaksikan bahwa dalam sepuluh tahun terakhir ini terjadi beberapa peristiwa pertikaian dan peperangan baik yang terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri. Pertikaian-pertikaian tersebut, antara lain:
       Di Timur Tengah hingga kini masih terjadi peperangan yang tidak kunjung selesai antara Israel dan Palestina. Sudah ratusan ribu  nyawa melayang.
       Di Irak, masih terjadi perang saudara pasca tumbangnya presiden Sadam Husein pada bulan Maret 2003 hingga saat ini. Begitupun di Siria dan beberapa negara tetangga lainnya.
       Di Eropa kini terjadi perang saudara di Ukraina yang telah menelan banyak korban jiwa.
       Di Indonesia masih sering terjadi pertikaian antarsesama  anak bangsa, oleh karena alasan politik ataupun alasan agama.
b).        Alasan Terjadinya Pertikaian dan Perang
Berikut beberapa alasan besar yang menyebabkan terjadinya pertikaian dan perang, misalnya:
       Fanatisme agama dan suku: Fanatisme agama atau suku biasanya disebabkan oleh kepicikan dan perasaan bahwa dirinya terancam. Pertikaian dan perang karena fanatisme agama selalu berlangsung lama dan sangat kejam.
       Sikap arogan/angkuh: Sikap arogan/angkuh adalah sifat dimana suku atau bangsa yang merasa diri kuat dan dapat bertindak secara sepihak dan sewenang-wenang.
       Keserakahan: Banyak pertikaian dan perang berlatar belakang ekonomi karena ingin merebut ‘harta karun’ tertentu. Demi harta dan uang, orang dapat berbuat apa saja, termasuk perang. Perang menciptakan peluang pedagangan senjata dan tekhnologi.
       Merebut kemerdekaan dan mempertahankan hak: Kadang- kadang perang terpaksa dilaksanakan untuk merebut kemer- dekaan dan mempertahankan hak
c)   Damai yang diajarkan oleh Yesus membersihkan dunia ini dari segala macam kejahatan dan kedurhakaan. Damai itu benar-benar damai bagi mereka yang sejiwa dengan Yesus. Damai adalah suatu pencapaian kebenaran dan hasil perjuangan serta pergulatan batin. Ini bukan damai lahiriah yang tergantung pada manusia lain, tetapi damai batiniah yang sepenuhnya berakar dalam kebenaran, yaitu di dalam diri Yesus.
d)   Damai itu bukan hanya tidak ada perang atau kekacauan. Lebih dari itu, damai berarti suatu rasa ketenangan hati karena orang memiliki hubungan yang bersih dengan Tuhan, sesama, dan dunia. Damai sejahtera yang menampakkan Kerajaan Allah

D.    KEUTUHAN CIPTAAN
Kita pernah mendengar atau membaca tentang dosa pertama yang diceritakan dalam Kitab Suci (Kej 3). Cerita itu bukanlah suatu laporan tentang suatu kejadian di masa lampau, tetapi lebih merupakan suatu cerita simbolik, suatu cerita kiasan yang ingin menunjukkan kepada kita bahwa manusia lebih suka mengikuti jalan pikiran dan seleranya sendiri. Secara kiasan Kitab Suci menceritakan bagaimana Tuhan memberikan kepada manusia pertama (Adam dan Hawa) suatu taman, suatu kebun, yang indah dan subur. Tuhan memberikan semuanya, namun Tuhan berpesan supaya pohon yang tumbuh di tengah kebun itu tidak diganggu gugat. Sebenarnya ini suatu “perintah” yang tidak berat. Namun, Adam dan Hawa telah menentang perintah Tuhan itu. Ia memilih pikiran dan kemauannya sendiri. Ia mengganggu pohon itu, ia
memetik buahnya, untuk suatu kesenangan sesaat. Kita tahu akibat dari ulah manusia itu, kebun yang indah itu lenyap. Lalu manusia harus menuai berbagai derita dan bencana secara turun temurun.
b)  Manusia sesungguhnya diciptakan oleh Allah menurut gambar-Nya. Artinya, manusia diciptakan untuk menjadi wakil Allah di dunia ini. Sebagai wakil Allah, manusia diberi tugas untuk menguasai ciptaan lainnya. Menaklukkan dan menguasai alam tidak berarti menggunakannya sampai habis dan merusaknya, tetapi mengatur dan menyiasati alam demi kebahagiaan manusia itu sendiri dan semua makhluk ciptaan Allah. Manusia mempunyai tugas untuk memelihara alam ciptaan (lingkungan hidup), sehingga alam ini dapat dinikmati oleh umat manusia sepanjang masa.
c)  Alam semesta ini bukan hanya untuk manusia atau untuk sekelompok manusia yang saat ini memiliki sarana dan kemampuan untuk memanfaatkannya saja, tetapi alam semesta ini untuk semua generasi manusia kini dan masa datang. Maka seluruh tindakan manusia atas alam harus menunjukkan tanggung jawab bagi masa depan, bagi generasi yang akan datang.
d)  Manusia perlu menyadari bahwa keberadaan alam semesta ini saling kait-mengait. Manusia adalah makhluk yang hidup bersama dengan makhluk ciptaan lain dan hidup dalam lingkungan ciptaan yang indah mengagumkan. Manusia bukan satu-satunya ciptaan yang punya hak atas alam semesta ini. Maka, manusia harus membangun kesetiakawanan dengan makhluk yang lain. Adanya alam semesta ini adalah untuk bersama, sehingga keharmonisan antara satu dan yang lain harus dipelihara.

SURAT GEMBALA HARI BUMI 2017
Pada setiap tanggal 22 April diperingati Hari Bumi Sedunia. Seperti halnya hari-hari peringatan yang lain, Hari Bumi dijadikan tradisi karena banyak orang, termasuk kita, sering lupa akan keadaan bumi ini. Tradisi yang dimulai tahun 1970 ini mau mengingatkan kita agar kita sadar bahwa keadaan bumi kita semakin memprihatinkan. Memang, sejak tahun 1970-an kesadaran manusia akan keadaan bumi mulai muncul, tumbuh, dan berkembang. Mula-mula disadari bahwa lingkungan sekitar kita, atau yang biasa disebut biosfer, makin rusak. Tanah, air, dan udara terkena polusi. Bencana alam yang disebabkan oleh ulah manusia juga makin banyak, seperti penggundulan hutan yang berakibat banjir, tanah-longsor dan bencana alam yang lain. Banyak data dan berita tentang hal ini bisa kita dapatkan dari media massa.
Kesadaran itu makin menguat ketika kerusakan bumi tidak hanya terjadi pada lapisan biosfer, melainkan juga pada lapisan troposfer, yaitu kira-kira 10-15 kilometer di atas bumi. Pada lapisan ini, terjadi penumpukan emisi karbon yang menyebabkan gejala yang disebut sebagai “efek rumah kaca”. Inilah yang disebut pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim. Bukan hanya itu, banyak dampak negatif dialami penghuni bumi karena hal ini, dari banjir, kekeringan, kelaparan, naiknya air laut, dan munculnya beberapa penyakit baru.
Seiring dengan itu, makin disadari pula bahwa kerusakan juga terjadi pada lapisan yang lebih tinggi, yaitu lapisan stratosfer, kira-kira 30 kilometer di atas bumi. Pada lapisan ini, lapisan ozon, yang berfungsi menyaring sinar matahari, berlubang sangat besar. Lapisan ozon itu tercemar oleh berbagai bahan kimia yang menguap dari bumi, seperti misalnya gas chlorofluorocarbon (CFC), yang antara lain berasal dari alat pendingin udara (AC) rumah-rumah kita. Karena sudah terjadi dalam waktu yang sangat lama, lapisan ozon berlubang dan sebagian sinar matahari yang tidak baik untuk kehidupan, ikut masuk ke dalam bumi. Salah satu dampaknya adalah makin mudahnya orang terkena kanker kulit. Begitulah, kondisi bumi makin buruk dari segala sisi.
Semua itu tentu mengusik nurani kita. Meminjam istilah para ahli antarbangsa yang tergabung dalam Panel Perubahan Iklim, bencana itu bersifat anthropogenik. Artinya, faktor kesalahan manusia menjadi sebab yang utama. Karena itu, langsung atau tidak langsung kita pun ikut bertanggung jawab dalam kerusakan bumi ini. Dengan tulus, kita mesti mengakui bahwa perilaku kita atau sikap kita terhadap bumi belum sungguh adil dan beradab.
Jika ditelusur lebih jauh, akar masalahnya adalah keserakahan manusia. Manusia tidak puas dengan apa yang dimilikinya. Manusia cenderung menumpuk harta dengan mengeruk kekayaan bumi, seringkali tanpa peduli dengan akibatnya. Hal ini tidak hanya tampak pada manusia sebagai pribadi, tetapi juga jelas dalam lembaga ekonomi yang cenderung mencari untung sebanyak-banyaknya; juga dalam negara yang aturan hukum dan penerapannya belum sungguh ramah lingkungan. Menurut Bapa Paus Fransiskus dalam Ensiklik Laudato Si’ yang dikeluarkan pada 2015, dengan keserakahannya manusia “mau menggantikan tempat Allah dan dengan demikian, akhirnya membangkitkan pemberontakan alam” (no.117). Sementara menurut Rasul Paulus, keserakahan berarti penyembahan berhala (Ef 5:5).

Kesadaran ini tentu mengingatkan kita juga agar dalam mengelola kekayaan bumi, kita mengingat sesama, termasuk generasi yang akan datang, serta segala makhluk ciptaan yang ada di atas bumi ini. Dari dunia biologi, kita belajar bagaimana setiap ciptaan Tuhan mempunyai perannya masing-masing dan manusia mempunyai peranan yang menentukan. Jika manusia tidak menjalankan tanggung jawabnya untuk memelihara bumi, pada akhirnya bumi akan punah.