Minggu, 29 November 2015

Rangkuman Materi Agama KelasXII Bab II: Memperjuangkan Nilai-Nilai Kehidupan Manusia


TUHAN, jadikanlah aku pembawa damai.
Bila terjadi kebencian, jadikanlah aku pembawa cinta kasih.
Bila terjadi penghinaan, jadikanlah aku pembawa pengampunan.
Bila terjadi perselisihan, jadikanlah aku pembawa kerukunan.
Bila terjadi kesesatan, jadikanlah aku pembawa kebenaran.
Bila terjadi kebimbangan, jadikanlah aku pembawa kepastian.
Bila terjadi keputus-asaan, jadikanlah aku pembawa harapan.
Bila terjadi kegelapan, jadikanlah aku pembawa terang.
Bila terjadi kesedihan, jadikanlah aku pembawa sukacita.
Ya Tuhan Allah,
ajarlah aku untuk lebih suka menghibur daripada dihibur;
mengerti daripada dimengerti;
mengasihi daripada dikasihi;
sebab dengan memberi kita menerima;
dengan mengampuni kita diampuni,
dan dengan mati suci kita dilahirkan ke dalam Hidup Kekal.
Amin.
Doa dari Santo Fransiskus Asisi tersebut merupakan ajakan bagi kita semua untuk menjadi pembawa damai bagai sesama. Mengasihi sesama satu sama lain berarti menyertakan Allah dalam hidupnya, menyertakan Allah dalam hidupnya berarti mewujudkan keharmonisan, keindahan, sukacita kebahagiaan dan kedamaian untuk dirinya dan sesama.
Suka cita merupakan sikap “terima kasih” yang seutuhnya terhadap Allah karena dalam masa sulit dapat  merasakan kedamaian. Raihlah kedamaian dan suka cita dimulai dari diri sendiri dahulu demi mendapatkan Kasih Sejati Allah, ciptakan rasa bahagia mengiringi setiap langkah meniti hari demi hari menuju hari kemenangan. Jangan mengeluh atau berputus asa ketika ujian dan cobaan itu datang tetapi sikapi  ujian dan cobaan datang sebagai wujud kasih Allah menyertai agar manusia selalu mengingat-Nya berlapang hati dan bersikap rendah hati itu yang diinginkan Allah bagi mereka yang menerima ujian dan cobaan  seberat apapun bebannya jika diterima dengan hati lapang dan sikap rendah hati maka Allah akan memberikan rasa ringan dan damai dalam melalui masa sulitnya

A.    KEADILAN

Keadilan merupakan suatu kondisi yang didambakan setiap insan manusia. Adil berarti tidak berat sebelah, berpihak kepada yang benar atau berpegang pada kebenaran. Keadilan berarti memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya, baik itu hak asasi maupun hak sipil. De fakto, dalam kehidupan masyarakat, kita menemukan banyak praktek ketidakadilan, entah dari segi ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya. Semua tindakan itu menunjukkan bahwa masyarakat kita, sadar atau tidak , sering tidak menghormati hak milik orang lain. Contoh sederhana, misalnya kasus Nenek Minah warga Banyumas yang divonis bersalah karena mencuri 3 biji kakao milik PT. Rumpun Sari Antan, kasus Nenek Asiani warga Situbondo yang dituduh mencuri kayu, sementara penanganan kasus-kasus korupsi para pejabat pemerintahan terkesan lambat dan berbelit-belit. Inilah yang seringkali menjadi sindiran bahwa keadilan di negeri ini “tajam ke bawah tumpul ke atas”, artinya ketika mengadili masyarakat menengah ke bawah para “penegak” keadilan mudah menjatuhkan vonis/hukuman, sedang ketika menangani kasus-kasus pejabat/orang-orang menengah ke atas pengadilan terkesan lambat. Secara umum, ketidakadilan itu tampak nyata dalam bentuk-bentuk antaralain:
a.      Tindakan perampasan dan penggusuran hak-hak orang lain, pencurian, perampokan dan korupsi.
b.      Tindakan pemerasan dan rekayasa
c.      Sikap enggan membayar utang, termasuk kredit macet, yang berbuntut merugikan rakyat kecil.



B.     KEBENARAN
Kebenaran berarti suatu kondisi yang sesuai dengan hal yang sesungguhnya. Kebenaran juga berarti hal-hal yang sungguh-sungguh benar.  Karena itu kebenaran berkaitan erat dengan kejujuran. Orang jujur berarti orang bertindak atas dasar kebenaran.
Matius 5: 37
37Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jaha
Yohanes 8: 43-47
43Apakah sebabnya kamu tidak mengerti bahasa-Ku? Sebab kamu tidak dapat menangkap firman-Ku.
44Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta. 45Tetapi karena Aku mengatakan kebenaran kepadamu, kamu tidak percaya kepada-Ku. 46Siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa? Apabila Aku mengatakan kebenaran, mengapakah kamu tidak percaya kepada-Ku? 47Barangsiapa berasal dari Allah, ia mendengarkan firman Allah; itulah sebabnya kamu tidak mendengarkannya, karena kamu tidak berasal dari Allah.

Dalam sabda Kitab Suci ditegaskan bahwa kebenaran tidak hanya berarti tidak berbohong, tetapi juga mengambil bagian dalam kehidupan Allah. Allah adalah “sumber kebenaran”, karena Allah selalu berbuat sesuai dengan janji-Nya. Maka Allah berfirman “Jangan bersaksi dusta”.


Dalam sejarah, Gereja mengalami berbagai pergulatan dan tantangan terutama dalam menjadi saksi kebenaran iman. Fakta munculnya perpecahan dalam Gereja Katolik membuktikan adanya pergulatan tersebut. Salah satu perpecahan yang terjadi adalahketikaRaja Henry VIII dari Inggris memisahkan seluruhgereja-gereja dikerajaannya dari persekutuan dengan Paus (Gereja Katholik Roma). Masalahnya, karena permintaannya untuk menikah kembali sementara istrinya masih hidup ditolak oleh Paus. Kelompok gereja inilah yang dikenal sebagai Gereja Anglikan. Keputusan Raja Henry tersebut ditentang oleh warganya termasuk Perdana Menterinya sendiri Thomas More. Namun Raja Henry justru menangkap dan memenjarakan orang-orang yang menentangnya. Bahkan Thomas More akhirnya dihukum pancung.  Thomas More menjadi teladan iman, bersaksi tentang kebenaran walaupun harus kehilangan nyawanya

Kamis, 26 November 2015

Rangkuman MAteri Agama Kelas XII Bab ID-E: Panggilan Hidup Membiara dan Panggilan Profesi

PANGGILAN HIDUP MEMBIARA

Dalam kehidupan umat beragama katolik diakui dan diyakini bahwa hidup membiara merupakan panggilan hidup. Hidup membiara merupakan salah satu bentuk hidup selibat (tidak menikah) yang dijalani oleh mereka yang dipanggil untuk mengikuti Kristus secara tuntas/total. Dengan kata lain orang yang menjalani hidup selibat adalah orang yang terpanggil untuk mempersembahkan hidupnya kepada Tuhan. Menjadi seorang Pastor, Suster, atau Bruder merupakan jawaban atas panggilan Tuhan untuk melayani dan menguduskan dunia. Contoh sederhana dapat kita lihat dalam lingkungan sekolah kita. Sekolah kita berlindung pada seorang tokoh bernama Santa Theresia, seorang suster yang dilahirkan di kota Alencon, Perancis pada 2 Januari 1873. Teladan hidupnya berupa kesederhanaan dan CINTA menjadikan kehidupan santa Theresia menjadi bermakna dan berkat bagi orang lain. Dalam menjalankan misi pelayanan pendidikan, sekolah-sekolah Theresiana juga dipimpin oleh seorang pastor yaitu Rm. Dr. Materius Kristiyanto, Pr sebagai Direktur dan Rm. Marcellinus Roselawanto, Pr sebagai Wakil Direktur. Mereka adalah para pastor milik Keuskupan Agung Semarang yang diberi tugas khusus oleh Bapa Uskup untuk mengelola pendidikan. Mereka menjalani hidup selibat (tidak menikah), serta menghayati tiga nasihat Injil yaitu kemurnian, ketaatan dan kemiskinan.
Hidup membiara ditandai dengan pengucapan kaul (janji setia), yaitu kaul kemiskinan, kaul kemurnian dan kaul ketaatan. Dengan mengucapkan kaul kemiskinan, orang yang hidup membiara melepaskan haknya untuk memiliki harta benda duniawi. Dengan cara ini mereka lebih bisa memusatkan hidupnya semata-mata demi melayani Tuhan dan tidak lekat pada harta benda duniawi. Hal ini bukan berarti mereka tidak boleh menggunakan/memiliki harta benda duniawi, tetapi menggunakan sewajarnya demi mendukung pelayanannya. Dengan kaul ketaatan, seorang yang hidup membiara memutuskan untuk taat seperti Kristus yang taat pada kehendak Bapa-Nya. Ketaatan ini diwujudkan dengan melepaskan kemerdekaannya, kehendak bebasnya dan mengikuti kehendak pimpinan/pembesar dalam konggregasi. Dengan kaul kemurnian orang yang hidup membiara melepaskan haknya untuk hidup berkeluarga. Melalui hidup selibat (tidak menikah), mereka mengungkapkan kesediaan untuk mengikuti dan meneladan Kristus sepenuhnya serta membaktikan hidupnya secara total demi terlaksananya Kerajaan Allah.


PANGGILAN KARYA/PROFESI

Manusia adalah mahkluk pekerja. Tanpa bekerja manusia kehilangan jati dirinya sebagai manusia. Maka apapun pekerjaan manusia, asalkan halal, orang akan merasa dirinya bernilai dihadapan sesamanya. Sebaliknya orang-orang yang berada di usia produktif namun tidak bekerja akan merasa rendah diri dalam pergaulan masyarakat. Dalam ajaran agama Katolik, manusia diciptakan oleh Allah  dan diberi mandat untuk mengelola bumi. Dengan ini, hendaknya manusia menyadari, ketika ia melakukan pekerjaan, ia berpartisipasi dalam pekerjaan Tuhan. Itu berarti bahwa pekerjaan manusia mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah.
Arti Kerja:
Kerja adalah setiap kegiatan manusia yang diarahkan untuk kemajuan manusia, baik kemajuan jasmani maupun rohani. Kerja memerlukan suatu pemikiran. Kerja dengan sadar harus diarahkan kepada suatu tujuan tertentu. Pekerjaan merupakan suatu keistimewaan mahkluk yang berakal budi. Sebab, hanya manusialah yang dengan sadar dan bebas dapat mengarahkan kegiatannya kepada suatu tujuan tertentu.
Makna Kerja:
Makna ekonomis, bekerja dipandang sebagai pengerahan tenaga untuk menghasilkan sesuatu yang diperlukan atau diinginkan seseorang atau masyarakat. Dalam hal ini dibedakan menjadi pekerjaan produktif (pertanian, pertukangan, pabrik, dsb), pekerjaan distributive (perdagangan), dan pekerjaan jasa (guru, dokter, perawat, dsb).  Makna sosiologis, kerja merupakan pemenuhan kebutuhan masyarakat dan sarana interaksi antar masyarakat. Makna antropologis, kerja memungkinkan manusia untuk membina dan membentuk diri dan pribadinya. 



Selasa, 17 November 2015

Rangkuman Agama Kelas XII Bab 1D: Tantangan Hidup Berkeluarga

PERSOALAN DAN TANTANGAN HIDUP BERKELUARGA


Hidup berkeluarga di jaman modern ini mengalami berbagai tantangan yang semakin kompleks. Tantangan yang paling dirasakan justru muncul dari dasar perkawinan itu sendiri yaitu KOMUNIKASI. Menurut para tokoh pemerhati keluarga, komunikasi dalam keluarga/kehidupan rumah tangga, antara suami-istri dan anak-anak semakin berkurang karena kesibukan pekerjaan, dan terpisah oleh tempat yang jauh. 
Dalam era globalisasi dan modernisasi yang kian marak ini membawah pengaruh dan dampak baik yang positif maupun yang negatif dalam kehidupan keluarga-keluarga kristiani. Kehidupan keluarga tidak bisa lepas dari pengaruh nilai-nilai yang muncul dan yang dihidupinya.
Ada beberapa tantangan dan keperihatinan yang sedang terjadi saat ini:
1.      Persoalan tentang Kontrasepsi, Aborsi, dan Sterilisasi
Pemerintah mempromosikan adanya program Keluarga Berencana (KB) dengan tujuan tercapainya kesejahteraan dalam keluarga. Dengan program KB, kesehatan ibu dapat lebih dijamin, relasi suami istri semakin kaya, taraf hidup lebih ditingkatkan, pendidikan anak lebih terjamin dan tercapainya kesejahteraan masyarakat secara umum.
Gereja Katolik memandang program Keluarga Berencana (KB) dapat diterima. Namun, cara melaksanakannya harus diserahkan sepenuhnya kepada tanggung jawab suami-istri, dengan mengindahkan kesejahteraan keluarga. Gereja Katolik menyatakan bahwa KB pertama-tama harus dipahami sebagai sikap tanggung jawab. Pelaksanaan pengaturan kelahiran harus selalu memperhatikan harkat dan martabat manusia serta mengindahkan nilai-nilai agama dan social budaya yang berlaku dalam masyarakat. Keluarga katolik harus memperhatikan dan memahami penggunaan serta cara kerja alat-alat yang digunakan dalam program KB. Misalnya alat-alat kontrasepsi seperti kondom, suntik, pil KB dan IUD (spiral), harus benar-benar dipahami cara kerja dan efek dan penggunaan alat tersebut.
”Sejauh ini Gereja Katolik menganjurkan umat melaksanakan program KB dengan cara pantang berkala (tidak melakukan persetubuhan saat masa subur) atau sering disebut pula dengan istilah KB Alamiah. Dengan menerapkan KB Alamiah, pasangan diharapkan untuk dapat lebih saling mengasihi dan memperhatikan. Pantang berkala pada masa subur istri dapat diisi dengan mewujudkan kasih dengan cara yang lebih sederhana dan bervariasi. Suami lebih mengenal istri dan peduli akan kesehatan istri.
2.      Rapuhnya nilai kesetiaan dari perkawinan katolik.
Di abad yang serba praktis ini dengan arus hidup yang hedonisme, konsumeris, materialis ada sebagian kelurga kristiani yang mengalami persoalan di dalam menghayati nilai- nilai dasar perkawinan katolik. Ini berkaitan dengan penghayatan terhadap nilai monogami (kesatuan) perkawinan dan kesetiaan yang utuh terhadap pasangan hidup. Misalnya adanya perselingkuhan, praktek poligami bahkan sampai pada keputusan untuk berpisah ketika suasana kelurga tidak harmonis.
3.      Kemerosotan nilai-nilai penghayatan religius dalam keluarga,
Arus hedonis, konsumerisme, dan materialis membawah dampak yang luar biasa bagi penanaman dan penghayatan nilai-nilai religiusitas di dalam keluarga. Irama hidup keluarga hanya disibukan dengan kegiatan yang jauh dari dari hal-hal rohani. Misalnya menonton TV dan VCD, bermain HP, game online, dsb. Sehingga aktivitas rohani berupa doa pribadi, doa bersama, dan sharing masalah iman dalam keluarga sering terabaikan
4.      Tantangan dari lingkungan keluarga
Tantangan-tantangan yang ada dihadapan keluarga tidak hanya berasal dari masyarakat luas melainkan juga dari lingkungan keluarga sendiri, baik dari keluarga besar maupun keluarga inti. Yang di maksud keluarga besar adalah suami-istri dan sanak saudara dari suami maupun dari istri di mana pun mereka berada. Sedangkan keluarga inti adalah suami-istri dan anak-anak. Contoh tantangan dari dalam keluarga inti;
a. kurangnya transparansi antara suami dan istri,
b.kurangnya kerukunan antara suami dan istri
c.kurangnya komunikasi antara suami dan istri
d.kurangnya kesetiaan suami dan istri
e.adanya kecemburuan dari suami atau istri
f.adanya dominasi suami atau istri atas pasanganya.
g.adanya tindakan kekerasan dalam rumah tangga

5.      Beban ekonomi biaya tinggi yang harus di hadapi oleh keluarga- keluarga moderen dewasa ini
Globalisasi yang kuat ditandai dengan sistim persaingan kekuatan- kekuatan ekonomi antar Negara dengan sistim pasar bebasnya yang membawah dampak dalam kehidupan social, ekonomi keluarga dewasa ini. Hal ini harus membuat keluarga hidup dengan biaya ekonomi tinggi. Ekonimi biaya tinggi ini terjadi di segala sector: baik kebutuhan pokok, pelayanan jasa transportasi, pendidikan maupun berbagai pelayanan public. Ekonomi dengan biaya tinggi sering menimbulkan tekanan baik psikis maupun fisik yang bisa menjadi sumber kekerasan dalam rumah tangga.

Dalam menghadapi tantangan dan keperihatinan aktual saat ini, gereja mempunyai beberapa harapan-harapan terhadap keluarga- keluarga kristiani, antara lain:
1. Keluarga yang mau di bangun harus dipersiapkan dengan baik.
Maksudnya bahwa ada persiapan menjelang perkawinan yaitu:
a.      Persiapan Jauh. Persiapan sejak masa kanak-kanak terutama dengan pendidikan nilai, baik nilai manusiawi maupun nilai-nilai kristiani pada khususnya.
b.      Persiapan dekat. Hidup keluarga hendaknya disiapkan secara intensif sejak masa pacaran. Pemuda dan pemudi yang dalam tahap pacaran harus di dampingi secara bijaksana agar mereka dapat berpacaran dengan sehat. Hendaknya dalam masa pacaran mereka diharapakan lebih mengenal dengan baik keperibadian dari dari pasanganya masing-masing.
c.      Persiapan akhir. Beberapa bulan menjelang pernikahan calon pengantin disiapkan secara lebih intensif lewat kursus persiapan perkawinan, penyelidikan kanonik dan pengumuman nikah.
2. Keluarga didasarkan pada perkawinan yang sah 
Hal ini antara lain berarti: bahwa ke dua mempelai harus mengawali hidup berkeluarga mereka dengan upacara peneguhan perkawinan sesuai dengan hukum gereja, seperti termuat dalam kitab hukum kanonik dari kanon 1108- 1123.
3. Keluarga menjadi komunitas hidup dan kasih
Gereja berharap bahwa keluarga menjadi komunitas kehidupan dan kasih yang ditandai oleh sikap hormat dan syukur terhadap anuhgerah kehidupan serta kasih dari semua anggotanya.
Harapan gereja ini antara lain terungkap dalam konstitusi pastoral konsili vatikan ke II yakni “gaudium et spes 48” dan seruan apostolic paus Yohanes Paulus ke II  yang berjudul” familiaris consortio 17-41”.

Sumber:
1.      Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti SMA/SMK Kelas XII, Buku Guru, 2015
2.      Br. Urbanus, Msf.S.Ag dalam msfmusafir.wordpress.com/2009/02/27/tantangan-dan-keperihatinan-yang-aktual-dalam-hidup-keluarga.
3. http://bidan-raka.blogspot.co.id/2010/06/kb-dalam-pandangan-gereja-katolik.html