Senin, 26 November 2018

Rangkuman Materi kelas XI Bab I

MATERI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK  
KELAS XI

K.D. 1 : ARTI DAN MAKNA GEREJA
KOMPETENSI DASAR
1.1.      Bersyukur  pada  Allah yang  menganugerahkan Gereja sebagai umat Allah dan persekutuan yang terbuka.
2.1.      Bertang-gungjawabsebagaianggota Gereja  yang merupakan umat Allah dan persekutuan yang terbuka.
3.1.      Memahami  Gereja sebagai umat Allah dan persekutuan yang terbuka
4.1.    Melakukan aktivitas (menuliskan refleksi/doa/puisi/ membuat kliping berita dan gambar/ melakukan wawancara dengan tokoh-tokoh umat)  tentang Gereja  sebagai umat Allah dan persekutuan yang terbuka.

           
A.    GEREJA SEBAGAI UMAT ALLAH
Ciri Gereja sebagai umat Allah nampak dari panggilan dan inisiatif Allah, persekutuan, hubungan mesra antara manusia dengan Allah, karya keselamatan dan peziarahannya. Gereja Umat Allah berkembang dan semakin meluas karena pemberitaan Injil oleh para Murid dan orang-orang yang mau mengimani, yang mendapat pengalaman paskah, percaya dan bertobat dan terus dijiwai dan dibimbing oleh Roh Kudus.
Dasar yang sebaiknya terus dikembangkan dalam pandangan Gereja sebagai Umat Allah adalah bahwa hidup menjemaat pada dasarnya merupakan hakikat Gereja itu sendiri. Sebab hakikat Gereja adalah persaudaraan, cinta kasih seperti yang dicerminkan oleh hidup jemaat perdana.
Konsekuensi yang harus dikembangkan dalam pandangan Gereja sebagai Umat Allah adalah bahwa dalam hidup menjemaat ada banyak kharisma dan rupa-rupa karunia yang dapat dilihat, diterima dan digunakan untuk kepentingan seluruh anggota Gereja. Maka dalam hidup menjemaat, semua orang mempunyai martabat dan tanggungjawab yang sama dan secara aktif terlibat sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Kata “Gereja”, berasal dari bahasa Portugis, igreja yang diambil dari kata bahasaYunani ekklesia, berarti ‘kumpulan’, ‘pertemuan’, ‘rapat’. Paus Fransiskus menjelaskan ekklesiasebagai “pertemuan akbar orang-orang yang dipanggil”:Allah memanggil kita semua untuk menjadi keluarga-Nya. Gereja, adalah kasih Allah yang diaktualisasikan dalam mencintai diri-Nya dan orang lain, semua orang, tanpa membeda-bedakan. Gereja menjadi nyata ketika karunia Roh Kudus memenuhi hati para Rasul dan membakar semangat mereka untuk pergi ke luar dan memulai perjalanan mereka untuk mewartakan Injil, menyebarkan kasih Allah.
Apa itu Gereja? Apabila pertanyaan tersebut ditujukan kepada Umat katolik sendiri, banyak yang menjawab Gereja sebagai tempat ibadat atau tempat untuk misa agama katolik atau agama kristen lainnya. Ada pula yang menjawab Gereja itu sebuah organisasi rohani atau keagamaan dengan pemimpinnya Paus, Uskup, Imam. Bagi orang-orang non kristen, Gereja sama dengan tempat ibadat orang kristiani, atau bahkan Gereja adalah sebuah lembaga sosial keagamaan warisan bangsa kolonial ratusan tahun silam. Istilah atau kata “Gereja” selain diartikan sebagai sebuah gedung atau tempat orang Kristiani beribadat, juga mengandung pengertian sebagai kumpulan orang-orang yang percaya dan beriman kepada Yesus Kristus. Gereja sebagai Umat Allah bukanlah pertama-tama organisasi manusiawi, melainkan perwujudan dari karya keselamatan Allah. Arti dan Makna Gereja” menurut ekklesiologi sesudah Konsili Vatikan II adalah Gereja adalah Umat Allah, semua anggota terlibat dalam pewartaan kristus. Gereja Umat Allah berdasarkan pengalaman iman Bangsa Israel dipahami sebagai bangsa terpilih.
“Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus”(1Kor.12:12). Kutipan kata-kata santo Paulus kepada jemaat di Korintus tersebut menegaskan bahwa Gereja terdiri dari banyak anggota namun satu kesatuan dalam Kristus. Paham Gereja sebagai Umat Allah mengakui kesamaan martabat dan peran semua anggota Gereja, mereka berbeda dalam hal fungsi dan perannya.
Gereja sebagai persekutuan yang terbuka artinya semua warga Gereja diajak menyadari pentingnya  keterbukaan bagi penganut agama lain

Rencana Bapa yang bermaksud menyelamatkan semua orang
“Atas keputusan kebijaksanaan serta kebaikan-Nya yang sama sekali bebas dan rahasia, Bapa yang kekal menciptakan dunia semesta. Ia menetapkan, bahwa Ia akan mengangkat manusia untuk ikut serta menghayati hidup Ilahi. Ketika dalam diri Adam umat manusia jatuh, Ia tidak meninggalkan mereka, melainkan selalu membantu mereka supaya selamat, demi Kristus Penebus, citra Allah yang tak kelihatan, yang sulung dari segala makluk (Kol 1:15). Adapun semua orang, yang sebelum segala zaman telah dipilih oleh Bapa, telah dikenal-Nya dan ditentukan-Nya sejak semula, untuk menyerupai citra putera-Nya, supaya Dialah yang menjadi sulung diantara banyak saudara (Rom 8:29). Bapa menetapkan untuk menghimpun mereka yang beriman akan Kristus dalam Gereja kudus.


B.     GEREJA SEBAGAI PERSEKUTUAN YANG TERBUKA
Perubahan cara pandang Gereja dari model institusi piramidal menjadi model persekutuan umat:



Gambar 1.3 : Gereja Umat Allah Model Institusi Piramidal
Sebelum Konsili Vatikan II Gereja mempunyai model/bentuk institusional, hierarkis pyramidal


·        Para hierarki (Paus, Uskup, dan para tahbisan) menguasai Umat.
·        Organisasi (lahiriah) yang berstruktur piramidal, tertata rapi.
·        Mereka memiliki kuasa untuk menentukan segala sesuatu bagi seluruh Gereja.
·        Sedangkan Umat hanya mengikuti saja hasil keputusan hierarki.
·        Model ini cenderung “imamsentris” atau “hierarki sentris” artinya hierarki pusat gerak Gereja.
·        Gereja model piramidal cenderung mementingkan aturan, lebih statis dan sarat dengan aturan.
·        Gereja sering merasa sebagai satu-satunya penjamin kebenaran dan keselamatan bahkan bersikap triumfalistik (memegahkan diri)

Gambar 1.4 : Gereja Umat Allah Model Persekutuan Umat
Setelah Konsili Vatikan II, ada keterbukaan dan pembaharuan cara pandang pada Gereja sebagai persekutuan Umat.
·        Gereja tidak lagi “hierarki sentris” melainkan Kristosentris” artinya Kristuslah
pusat hidup Gereja. Sedangkan kaum hierarki, Awam, dan Biarawan-Biarawati
sama-sama mengambil bagian dalam tugas Kristus dengan cara yang berbedabeda sesuai dengan talenta dan kemampuannya masing-masing.
·        Gereja lebih bersikap terbuka dan rela berdialog untuk semua orang. Gereja meyakini bahwa di luar Gereja pun terdapat keselamatan.
·        Adanya paham Gereja sebagai Umat Allah yang memberikan penekanan pada kolegialitas episkopal (keputusan dalam kebersamaan).
·        Adanya pembaharuan (aggionarmento) yang mendorong Umat untuk terlibat dan berpartisipasi serta bekerjasama dengan para klerus.
·        Kepemimpinan Gereja; Didasarkan pada spiritualitas Yesus yang melayani para murid-Nya, maka konsekuensi yang dihadapi oleh Gereja sebagai Umat Allah adalah: hierarki yang ada dalam Gereja bertindak sebagai pelayan bagi Umat dengan cara mau memperhatikan dan mendengarkan Umat. Selain itu keterlibatan Umat untuk mau aktif dan bertanggung jawab atas perkembangan Gereja juga menjadi hal yang penting. Maka, hierarki dan Umat/awam diharapkan dapat menjalin kerja sama sebagai partner kerja dalam karya penyelamatan Allah di dunia


Gereja sebagai persekutuan yang terbuka artinya semua warga gereja diajak menyadari pentingnya keterbukaan. Bukan hanya keterbukaan dengan sesama dalam iman dan keyakinan melainkan keterbukaan bagi agama lain. Artinya, kita membuka berbagai kemungkinan kerjasama yang baik dengan semua pihak. Kita perlu melakukan dialog unuk saling mengenal dan memperkaya.
Kaum hierarki dan biarawan-biarawati memiliki martabat yang sama dengan kaum awam  yaitu sebagai Umat Allah dengan fungsi atau peranan yang berbeda. Dengan kata lain yang membedakan hierarki dan awam adalah fungsinya, dan bukan hakikatnya.
Gereja sebagai persekutuan yang terbuka harus selalu siap untuk berdialog dengan agama dan budaya manapun. Gereja perlu membangun kerjasama yang lebih intensif dengan siapa saja yang berkehendak baik.
Bentuk kegiatan yang menjadi contoh dan tanda bahwa Gereja adalah persekutuan yang terbuka:
a.      Gereja terbuka terhadap masalah-masalah kemiskinan, inkulturasi dan dialog antar agama.
b.      Lahirnya semboyan pelayanan Gereja kepada kaum miskin: “preferential option for the poor”
c.      Kegiatan APP (Aksi Puasa Pembangunan) yang merupakan wujud gereja untuk memberi perhatian kepada orang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel.
d.      Di sekolah, kita mempunyai tradisi mengumpulkan dana “Lima Roti dua Ikan” yang merupakan wujud keterlibatan kita membantu sesama kita yang miskin. Juga uang sosial yang kita kumpulkan setiap bulan digunakan untuk membantu teman kita yang sakit, berduka atau karyawan sekolah yang membutuhkan bantuan.

Cara Hidup Jemaat Perdana
(Kis 4: 32-37; bdk.1 Kor 12: 12 - 27)
32 Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama.
33 Dan dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah.
34 Sebab tidak ada seorang pun yang berkekurangan di antara mereka, karena semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu, dan hasil penjualan itu mereka bawa
35 dan mereka letakkan di depan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya.
36 Demikian pula dengan Yusuf, yang oleh rasul-rasul disebut Barnabas, artinya anak penghiburan, seorang Lewi dari Siprus.
37  Ia menjual ladang miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul

Makna Kutipan Kitab Suci Kisah Para Rasul
·        Kitab Suci (Kis 4:32-37) di atas memberikan gambaran yang ideal terhadap komunitas/persekutuan Umat Perdana. Cara hidup Umat Perdana tersebut tetap relevan bagi kita hingga sekarang. Kebersamaan dan menganggap semua adalah milik bersama mengungkapkan persahabatan yang ideal pada waktu itu. Yang pokok ialah bahwa semua anggota jemaat dicukupi kebutuhannya dan tidak seorang pun menyimpan kekayaan bagi dirinya sendiri sementara yang lain berkekurangan.
Mungkin saja kita tidak dapat menirunya secara harafiah, sebab situasi sosial-ekonomi kita sudah sangat berbeda. Namun, semangat dasarnya dapat kita tiru, yaitu kepekaan terhadap situasi sosial-ekonomis sesama saudara dalam persekutuan Umat. Kebersamaan kita dalam hidup menggereja tidak boleh terbatas pada hal-hal rohani seperti doa, perayaan ibadah, kegiatan-kegiatan pembinaan iman, tetapi harus juga menyentuh kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya seperti yang sekarang digalakkan dalam Komunitas Basis Gereja

  
EVALUASI


Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut dengan uraian yang jelas dan benar!
1.      Sebutkan ciri-ciri Gereja sebagai Umat Allah
2.      Apa yang memungkinkan Gereja sebagai umat Allah dapat berkembang sehingga mencapai situasi seperti sekarang ini?
3.      Apakah dasar yang sebaiknya terus dikembangkan dalam pandangan Gereja sebagai Umat Allah?
4.      Jelaskan konsekuensi yang harus dikembangkan dalam pandangan Gereja sebagai Umat Allah!
5.      Jelaskan apa yang dimaksud dengan Gereja sebagai persekutuan yang terbuka!
6.      Jelaskan posisi kaum Hierarki dan biarawan-biarawati dalam pengertian Gereja sebagai persekutuan yang terbuka!
7.      Sebut dan jelaskan tuntutan yang senantiasa harus dipenuhi Gereja sebagai persekutuan yang terbuka!
8.      Sebutkan berbagai bentuk kegiatan yang menjadi contoh dan tanda bahwa Gereja adalah persekutuan yang terbuka!
9.      Berdasarkan kutipan dari Kisah Para Rasul (Kis.4: 32-37) menganai cara hidup Jemaat Perdana, jawablah pertanyaan berikut:
a.      Apa saja yang menarik dari cara hidup Umat Perdana yang dikisahkan di atas?
b.      Gambaran Gereja model apa yang terungkap dari kisah tersebut?
Apakah cara hidup Umat Perdana itu dapat kita tiru secara harafiah? Mengapa?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar