Rabu, 04 Maret 2015

Materi Religiositas Kelas XII Bab 9: Keluarga Harmonis dan Sejahtera



Materi Pokok 9
 KELUARGA HARMONIS DAN SEJAHTERA

A.    Kompetensi Dasar
Memahami gambaran keluarga harmonis dan sejahtera.

B.     Indikator Pencapaian Hasil Belajar
Pada akhir pembelajaran peserta didik-siswi dapat:
1.       Mengidentifikasi keluarga harmonis dan sejahtera.
2.       Mengidentifikasi usaha-usaha menciptakan keluarga yang harmonis dan sejahtera.
3.       Menjelaskan hak dan kewajiban masing-masing anggota keluarga.
4.       Mengidentifikasi hambatan-hambatan dalam mewujudkan keluarga harmonis dan sejahtera.
5.       Menjelaskan cara membina sikap hidup dalam keluarga.
6.       Menjelaskan cara membina iman dalam keluarga.
7.       Memaknai ajaran agama dan kepercayaan berkaitan dengan keluarga yang harmonis.
C.    Landasan Pemikiran
Kehidupan yang menenteramkan dan membahagiakan, karena diakui keberadaannya, sungguh dambaan setiap keluarga karena suasana seperti itulah yang menjadikan setiap anggota keluarga merasa kerasan tinggal dalam keluarganya. Sebaliknya, jika suasana dan kondisi tersebut tidak terjadi, maka anggota keluarga cenderung lari ke tempat lain dan merasa kerasan tinggal di sana daripada di rumahnya sendiri. Jika setiap anggota keluarga cenderung mencaci dan melemparkan kesalahan, maka suasana rumah menjadi tidak nyaman dan tidak mengenakkan bagi semua anggota keluarga.
UU RI no. 10 Tahun 1992 pasal 1 ayat 11 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera mengatakan bahwa keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan serasi, selaras, seimbang, antar anggota dan antara anggota keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. Oleh karena itu, hidup berkeluarga hendaknya diwarnai sikap mesra dan komunikasi yang baik antara anggota keluarga, karena munculnya banyak masalah itu diakibatkan oleh lemahnya anggota keluarga dalam ber-komunikasi. Dalam berkomunikasi hendaknya dibedakan antara isi yang hen-dak dikomunikasikan, nilai komunikasi, dan ungkapan komunikasi itu sendiri.
1.       Isi komunikasi: Pesan, gagasan atau maksud anggota keluarga akan sampai kepada anggota lainnya kalau dikomunikasikan. Yang utama da­lam berkomunikasi adalah bukan berbobot atau tidak berbobotnya pesan yang disampaikan, tetapi bagaimana anggota keluarga lainnya mengetahui maksud pesan tersebut sehingga tidak terjadi salah paham, sertadapat ditanggapi sesuai dengan maksudnya. Maka, setiap anggota keluar­ga dituntut untuk menyampaikan gagasannya dengan jelas dan jujur,
jangan hanya dipendam saja.
2.       Nilai komunikasi: komunikasi dalam keluarga tidak harus berkisar pada masalah-masalah serius dan berat. Meski tidak ada hal penting yang harusdisampaikan, komunikasi harus tetap dilakukan demi nilai komunikasi itu sendiri. Orang menyapa bukan karena ingin menyampaikan berita penting, tetapi lebih pada usaha membina relasi yang baik.
3.        Ungkapan komunikasi: membina relasi dalam keluarga tidak mesti berupa perkataan yang diucapkan, tetapi juga berupa isyarat-isyarat yang di-ungkapkan, misalnya berdiam diri,cemberut, anggukan, mengacungkan jempol, dan sebagainya.
Hidup berkeluarga perlu direncanakan dan dipersiapkan dengan sung-guh-sungguh agar tercipta keluarga yang harmonis dan sejahtera, baik tata perekonomian rumah tangga, pekerjaan, kehidupan anak-anak, dan sebagai­nya. Bahkan, dalam hidup bersama diperlukan tanggung jawab dari setiap anggota keluarga, baik ayah atau suami, ibu atau istri, maupun anak. Tanggung jawab ayah atau suami, antara lain:
1.       Sebagai kepala keluarga: ayah diharapkan dapat memberi nafkah secukupnya bagi keluarga, agar dapat hidup layak.
2.       Sebagai partner istri: suami diharapkan dapat menggembirakan hidup istrinya, mempercayai istrinya, memberi kebebasan untuk bergerak bagi
istri dan anggota keluarganya, memberi dorongan yang dapat membesarkan hati istri dan anggota keluarganya.
3.       Sebagai kekasih: suami diharapkan dapat memenuhi kebutuhan rohani, memberi cinta dan kemesraan bagi istrinya.
4.        Sebagai pendidik: ayah diharapkan tidak melepaskan masalah pendidika anak-                  anaknya  hanya kepada ibu dan sekolah, karena anak memerlukan ayah dalam          perkembangannya, dan itu tidak dapat digantikan.
Tanggung jawab ibu atau istri, antara lain:
1.        Sebagai 'hati' keluarga: ibu diharapkan dapat menciptakan suasana penuh cinta, percaya, keramahtamahan, dan kegembiraan dalam keluarga.
2.        Sebagai partner suami: istri diharapkan dapat mendorong suami dalam menjalankan tugas dan kariernya.
3.        Sebagai kekasih: istri diharapkan dapat memenuhi kebutuhan rohani dan afeksi suaminya.
4.        Sebagai pendidik: ibu diharapkan mempunyai waktu bagi anak-anaknya,meski                  sibuk dengan tugas rumah tangganya, dengan memberi perhatian, minat, dan                  cinta bagi anaknya.
Tanggung jawab anak, antara lain:
1.       Anak diharapkan taat dan setia kepada ayah dan ibunya, sebagai kepala
dan hati keluarga.
2.       Anak diharapkan dapat membantu ayah dan ibunya.
UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Bab VI tentang Hak dan Kewajiban Suami Istri            menegaskan:
Pasal30
Suami-istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang             menjadi sendi dasar dari susunan mayarakat.
Pasal31
(1)    Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
(2)    Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
(3)    Suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah tangga
Pasal32
(1)    Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.
(2)    Rumah kediaman termaksud ditentukan oleh suami istri bersama.
Pasal33
Suami istri wajib saling mencintai, hormat-menghormati, setia dan memberi      bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.
Pasal34
(1)    Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
(2)    Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.
(3)    Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat
mengajukan gugatan kepada Pengadilan.
Pemecahan persoalan yang timbul dalam keluarga, dapat dilakukan dengan cara membangun sikap demokratis dan bersedia melakukan komunikasi yang baik antar anggota keluarga, sebagai upaya menyelesaikan konflik yang terjadi. Hambatan-hambatan yang muncul untuk mengupayakan dan menciptakan keharmonisan dalam keluarga, antara lain: sikap pasrah, mudah puas dengan apa yang dicapai, sikap 'gali lubang tutup lubang', boros dan enggan menabung, tidak terbuka dalam perencanaan dan pelaksanaannya, sehingga menimbulkan sikap curiga dan tidak saling mempercayai dalam keluarga. Sebaliknya, dalam kebersamaana hidup, setiap anggota keluarga perlu membina sikap peduli terhadap persoalan yang dihadapi keluarga, mampu bekerja sama dengan anggota keluarga lainnya, dari yang terbesar sampai yang terkecil, mau menjadi pendengar yang baik dan bertanggung jawab, meluangkan waktu untuk ngobrol, menciptakan humor meski menghadapi persoalan, dan sebagainya.
Orang beriman berusaha untuk melihat kehadiran dan kehendak Tuhan dalam kehidupannya sehari-hari dan berusaha melakukannya. Demikian pula yang terjadi dalam keluarga. Semua anggota keluarga diharapkan memiliki kepekaan akan kehadiran Tuhan dalam keluarga, baik ketika mengalami kegembiraan, kesedihan, maupun penuh tantangan. Aneka cara yang dapat dilakukan oleh semua anggota keluarga untuk mengalami kehadiran Tuhan, antara lain:
1.        Berdoa: berdoa bersama dalam keluarga mempunyai makna tersendiri, terlebih pada peristiwa-peristiwa penting keluarga, misalnya HUT kelahiran, HUT pernikahan, peristiwa duka.
2.        Membaca kitab suci: diartikan sebagai mendengarkan firman atau ke­hendak Tuhan, karena kitab suci merupakan inspirasi hidup beriman. Tokoh-tokoh yang ada dalam kitab suci dapat meneguhkan iman anggota keluarga.
3.        Merayakan hari besar keagamaan dan kepercayaan: semua anggota keluarga diharapkan mempunyai kebiasaan untuk merayakan hari besar keagamaan dan kepercayaan secara bersama-sama.
4.        Mengikuti pembinaan yang menyangkut kehidupan keluarga: pembinaan iman keluarga dapat diusahakan dengan mengikuti kelompok atau organisasi yang memperhatikan pembinaan hidup berkeluarga.
5.        Kebersamaan dan keterlibatan dalam lingkungan: keluarga yang terlibat dalam lingkungan mempunyai peluang besar untuk berkembang, juga dalam hal beriman, dibandingkan dengan keluarga yang menutup diri.
Pembinaan iman dalam keluarga bukan hal yang mudah dan sering menemui hambatan yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1.       Suasana keluarga: kurang adanya komunikasi, kurang saling menghormati dan mempercayai, sering terjadi percekcokan atau pertengkaran,dan sebagainya.
2.       Budaya keluarga: menomorsatukan kebendaan dan menomorduakan agama serta hidup rohani, sikap masa bodoh, dan sebagainya.
Berikut ini disajikan beberapa pandangan dari berbagai agama dan kepercayaan tentang keluarga harmonis dan sejahtera. Anda juga dapat membaca sumber-sumber lain yang sesuai dengan tema untuk memperluas wawasan dan pengetahuan Anda.

1. Agama Islam
Agar tujuan pernikahan tercapai, suami istri harus melakukan kewajiban-kewajiban hidup berumah tangga sebaik-baiknya dengan landasan niat ikhlas karena Allah semata. Secara umum kewajiban suami istri meliputi:
1)      Kewajiban suami, antara lain: member! nafkah, sandang, pangan, dan tempat tinggal kepada istri dan anak-anaknya sesuai dengan kemampuan Wang diusahakan secara maksimal; memimpin serta membimbing istri dan anak-anak agar menjadi orang yang berguna buat diri sendiri, keluarga, agama, masyarakat, serta bangsa dan negaranya; bergaul dengan istri dan anak-anak dengan baik (makruf).
2)      Kewajiban istri, antara lain: taat kepada suami dalam batas-batas yang sesuai dengan ajaran Islam, maka suruhan suami yang bertentangan dengan Islam tidak wajib ditaati; memelihara diri, kehormatan, dan harta benda suami, baik di hadapan atau di belakangnya; membantu sua­mi dalam memimpin kesejahteraan dan keselamatan keluarganya; menerima dan menghormati pemberian suami walaupun sedikit, serta mencukupkan nafkah yang diberikan suami sesuai dengan kekuatan dan kemampuannya, hemat, cermat, dan bijaksana; hormat dan sopan kepada suami dan keluarganya; memelihara, mengasuh, dan mendidik anak agar menjadi anak yang saleh.

2. Agama Katolik
Keberadaan komisi keluarga sesungguhnya merupakan ungkapan keyakinan bahwa keluarga memiliki peranan amat sentral dalam hidup manusia. Karena itu pastoral keluarga harus mendapat perhatian seluas-luasnya di tengah umat. Maksudnya, agar keluarga-keluarga dapat mengambil bagian secara aktif dalam hidup dan perutusan Gereja. Yang ingin dituju Kursus Persiapan Perkawinan (KPP), tentunya untuk membantu kesiapan para calon dalam memasuki hidup perkawinan yang luhur, yang sekaligus menuntut ketekunan dalam memperjuangkan keluhuran perkawinan itu sepanjang hidupnya. Melalui KPP ini para calon pasangan suami istri (pasutri) diajak menyadari perkawinan Katolik merupakan tanda dan sarana keselamatan. Bagaimana mereka dapat menghayati Allah menyelamatkan mereka? Bagaimana mereka dapat mengha­yati hidup perkawinan sekaligus menjadi saksi bahwa Allah menyelamatkan mereka? Bagaimana mereka saling menjadi sarana untuk saling mencintai, mengampuni, menghibur dan meneguhkan seumur hidupnya dalam suka dan duka? Dari sinilah Komisi Keluarga diharapkan membantu agar pastoral ke­luarga lebih diperkembangkan guna semakin memberdayakan keluarga dalam memberikan kesaksian nilai-nilai luhur, seperti kesetiaan, kasih, cinta akan hidup dan semangat mengampuni.


3.       Agama Hindu
            Tingkatan hidup berumah tangga atau membina keluarga disebut Grhastha. Seorang Grhastin atau kepala keluarga memikul tanggung jawab yang besar. Menurut ajaran Agama Hindu yang berfungsi sebagai kepala keluarga adalah ayah, seorang ibu adalah pengasuh atau pembina keluarga terutama anak-anak yang lahir dalam keluarga itu. Menurut Manavadhar-masastra dan Mahabharata, setiap anggota keluarga mempunyai kewajiban masing-masing sesuai dengan dharma.

4. Agama Budha
 Upaya mencari pasangan hidup biasa dilakukan dalam tiga tahap: mencari, mendapat, dan membina. Perbedaan-perbedaan akan muncul dengan sendiri-nya setelah memasuki jenjang perkawinan. Namun, dengan komunikasi efektif hal itu dapat diatasi. Komunikasi efektif adalah kemampuan untuk mau mendengar, bertanya, berbicara dan memuji. Komunikasi efektif bukan hanya sekadar percakapan atau pembicaraan saja, tetapi juga suatu ketrampilan untuk saling mengerti, memahami, percaya, saling berkorban, murah hati, menghormati, setia, bijaksana, bertanggung jawab, pengendalian diri dalam membina pa­sangan hidup. Dalam pandangan agama Buddha, perkawinan adalah suatu pilihan bukan kewajiban, artinya seseorang dapat menjalani hidup berumah tangga atau hidup sendiri. Hidup sendiri dapat menjadi bhikku/bhikkuni, samanera/samaneri, anaga-reka/anagarini, silacarini, ataupun tinggal di rumah sebagai anggota masyarakat biasa.

5. Agama Kristen
UU No. 1/1974 pasal 1 menyatakan bahwa hakikat perkawinan ialah ikatan lahir batin seorang laki-laki dengan seorang perempuan dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal dalam Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk mencapai tujuan tersebut, ada tiga hal yang harus dilakukan oleh setiap anggota keluarga, yaitu
1.      Mewujudkan keluarga yang takut akan Tuhan, yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya;
2.      Mewujudkan keluarga yang memiliki etos kerja agar dapat makan dari hasil jerih payah tangan nya;
3.      mewujudkan keluarga yang kerasan di rumah (home sweet home) dengan tampil sebagai pohon anggur atau tunas zaitun, yaitu
a)      saling memelihara kehangatan relasih kasih dalam keluarga;
b)      saling mendorong semangat
c)      saling mengobati.
Melalui materi pokok ini, peserta didik-siswi diajak untuk menyadari makna hidup berkeluarga dan tanggung jawab sebagai anggota keluarga, agar mereka lebih siap seandainya harus memilih hidupberkeluarga.

Latihan

I. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan uraian yang jelas !
  1. Sebutkan kriteria-kriteria keluarga harmonis dan sejahtera!
  2. Jelaskan hak dan kewajiban masing-masing anggota keluarga!
  3. Sebutkan hambatan-hambatan dalam mewujudkan keluarga harmonis dan sejahtera!
  4. Jelaskan cara membina sikap hidup dalam keluarga!
  5. Jelaskan cara membina iman dalam ke­luarga!
  6. Jelaskan makna ajaran agama dan kepercayaan berhubungan dengan keluarga yang
    harmonis dan sejahtera!
  7. Jelaskan arti komunikasi efektif suatu perkawinan menurut pandangan agama Budha !
8.      Sebutkan 3 (tiga) cara mewujudkan keluarga yang kerasan di rumah (home sweet home) dengan tampil sebagai pohon anggur atau tunas zaitun menurut pandangan Kristiani !
9.      Jelaskan pandangan yang disebut Grhastha oleh agama Hindu !

  1. Mengapa umat Katolik perlu mengikuti kursus persiapan perkawinan sebelum sakramen perkawnan dilangsungkan ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar