SURAT GEMBALA USKUP AGUNG
JAKARTA
DALAM RANGKA HARI PANGAN
SEDUNIA TAHUN 2015
“MERAWAT BUMI RAHIM
PANGAN KITA”
Para Ibu dan Bapak, Suster,
Bruder, Frater,
Kaum muda, remaja dan anak-anak
yang terkasih dalam Kristus,
Setiap tanggal 16 Oktober Gereja
Katolik ikut memperingati Hari Pangan Sedunia sebagai wujud keterlibatan Gereja di tengah
keprihatinan dunia ini. Sehubungan dengan peringatan itu, baiklah kita
merenungkan beberapa hal.
Dari kacamata iman kita,
peringatan Hari Pangan dapat memperdalam kesadaran kita bahwa hidup
yang diciptakan Allah adalah anugerah. Manusia diciptakan tidak hanya
untuk sekedar hidup, melainkan untuk tumbuh dan berbuah. Kita pun mengimani
bahwa Allah tidak hanya menciptakan lalu meninggalkan ciptaan-Nya begitu saja. Ia
setia menyertai dan menguatkan, melalui makanan yang disediakan, maupun melalui
kehadiran sesama dan seluruh alam ciptaan.
Tidak bisa kita ingkari bahwa
bumi seisinya memberi makanan kepada manusia agar hidup, dan sekaligus hidup
manusia diharapkan juga memberi kehidupan pada seluruh ciptaan. Tepatlah
menyebut bumi sebagai ibu bumi, karena dari rahimnya mengalir kehidupan.
Hal ini pun ditegaskan oleh Paus Fransiskus dalam ensiklik yang berjudul Laudato si’ – Pujian bagi-Mu ya Tuhanku yang belum lama diterbitkan,
bahwa bumi adalah rumah bersama yang perlu kita jaga. Bumi adalah sumber
kehidupan kita.
Paus Fransiskus menuliskan
ensikliknya dalam sebuah keprihatinan bahwa bumi ini makin rusak. Ada
gejala pemanasan global yang mengacaukan keselarasan hidup manusia dan bumi.
Ada kehancuran lingkungan yang mengakibatkan berbagai penderitaan.
Dalam hal ini, Paus Fransiskus tidak mengada-ada, karena
pernyataan-pernyataannya memang didukung data. Terkait dengan semua itu, Paus
menyebut keserakahan manusia sebagai salah satu sumber dari berbagai bencana
itu. Salah satu hal yang disebut Paus sebagai wujud keserakahan adalah “budaya
mudah membuang” yang menjadi ciri orang jaman ini. Tidak hanya barang
yang dibuang, tetapi juga makanan. Akibatnya, bukan hanya sampah yang menumpuk,
tetapi juga pemborosan dan penderitaan banyak orang yang seharusnya berhak atas
makanan yang dibuang itu. Baik kita ingat pula kata-kata Rasul Paulus, bahwa
orang serakah adalah penyembah berhala (Ef 5:5).
Keprihatinan atas rusaknya bumi
tidak hanya menjadi keprihatinan Paus. Terkait dengan hal ini, Perserikatan
Bangsa-bangsa dalam peringatan Hari Lingkungan Hidup 5 Juni 2015 yang lalu,
mengangkat tema Mimpi dan
Aksi Bersama untuk Keberlanjutan Kehidupan di Bumi. Tema ini jelas
menunjukkan bahwa hidup seluruh manusia tergantung pada satu bumi, dan demi
berlangsungnya hidup yang lebih baik di masa depan, bumi harus dijaga
baik-baik.
Tema-tema yang mencerminkan
keprihatinan pada kondisi bumi sungguh sangat relevan untuk Indonesia yang kita
cintai. Salah satu yang paling kentara adalah pulau Jawa, yang dulu dikenal
sebagai lumbung padi karena kesuburannya. Tetapi sekarang penduduk di pulau
Jawa harus mendatangkan padi dari luar Jawa, bahkan dari luar negeri. Sekarang
tampaknya situasi menjadi lebih buruk. Selama musim kemarau ini banyak daerah
di Jawa yang mengalami kekeringan, termasuk beberapa daerah yang belum pernah
mengalaminya. Data Perwakilan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan
Bangsa-bangsa di Indonesia (30 Mei 2015) menyebutkan 19,4 juta penduduk
Indonesia (7,9%) masih menderita kelaparan pada tahun 2014-2015.
Melihat semua hal itu, apakah
kita mau berdiam diri? Apakah kita tidak mau mengubah kebiasaan kita? Paus
dalam ensikliknya juga menegaskan agar kita melakukan pertobatan, terutama dari
keserakahan kita. Beliau mengingatkan kita agar mewujudkan kepedulian itu antara
lain dengan memasak dan menyediakan makan secukupnya, membeli atau mengambil
makanan secukupnya, sehingga tidak membuang-buang makanan yang seharusnya
menjadi hak orang lain, khususnya orang miskin. Lebih jauh, supaya bumi ini
tetap terjaga dan tetap bisa menyediakan makanan untuk semua yang hidup di
atasnya, kita perlu menjaganya, tidak mengotori atau merusaknya. Dalam hal ini
kita juga ingat, bahwa pemakaian plastik dan styrofoam yang berlebihan akan membuat tanah dan
air terpolusi.
Saudari-saudaraku yang terkasih,
Sabda Yesus yang kita dengarkan
pada hari ini mengajak kita untuk menempatkan pesan “merawat bumi sebagai rahim
pangan kita”, sebagai keprihatinan sekaligus tantangan iman kita. Ada
sekurang-kurangnya dua hal yang menarik dalam kisah orang kaya ini (Mrk
10:17-27). Yang pertama,
ketika menjawab pertanyaan orang kaya itu, Yesus mengutip bagian pertama
kesepuluh perintah Allah. Tetapi Ia juga menyisipkan satu perintah yang tidak
terdapat dalam kesepuluh perintah Allah itu, yaitu “jangan mengurangi hak
orang” (ay 19). Kita diingatkan oleh Bapa Paus bahwa dengan membuang-buang
barang atau makanan, pada dasarnya kita mengurangi hak orang lain. Yang kedua, ketika orang kaya itu
mengatakan bahwa ia sudah melakukannya sejak mudanya, Yesus “memandang dia dan
menaruh kasih kepadanya” (ay 21). Dengan melakukan itu Yesus ingin mengatakan
kepada kita, bahwa orang kaya itu sebenarnya adalah orang baik. Mungkin dia
tidak pernah secara sadar telah mengurangi hak orang lain. Tetapi budaya,
sistem atau struktur masyarakat tempat ia hidup telah menjeratnya sedemikian
rupa, sehingga tindakannya mengurangi hak orang lain tidak disadari atau
dianggap biasa-biasa saja. Yesus ingin membantu orang kaya itu untuk keluar
dari jerat budaya, sistem atau struktur itu dengan mengambil langkah radikal
dan tindakan nyata berbagi harta dengan orang miskin (ay 21). Tetapi Yesus
tidak berhasil meyakinkannya.
Kalau dibaca dengan kacamata
Kitab Kebijaksanaan (7:7-11) orang kaya itu bukan orang yang memiliki
“pengertian” dan “roh kebijaksanaan”. Yang disebut “pengertian” dan
“kebijaksanaan” memungkinkan orang melihat secara jernih “mempertimbangkan dengan
cermat makna serta nilai hal-hal duniawi yang sesungguhnya, dalam
dirinya maupun sehubungan dengan tujuan manusia” (Dekrit Tentang Kerasulan
Awam No. 4). Dalam rangka
Hari Pangan Sedunia, pengertian dan kebijaksanaan itu mewajibkan kita agar ikut
memelihara bumi dengan berbagai macam cara yang mungkin ditempuh.
Jika demikian, apa yang bisa kita
buat? Paus memberikan pesan yang sangat jelas agar kita ikut memelihara bumi
sebagai rumah bersama. Dalam kaitan dengan makanan yang disediakan bumi,
“rumah” lebih tepat disebut “rahim”. Tidak bisa tidak, demi kelangsungan hidup,
rahim itu perlu sungguh dijaga bersama. Hal itu bisa dibuat dengan melakukan
gerakan-gerakan kecil sebagaimana yang disebut oleh Paus seperti menghemat
air dan sumber daya alam, mengurangi pemakaian plastik, menanam pohon, makan
secukupnya, belanja sewajarnya, tidak ikut arus “budaya mudah membuang”.
Alangkah baiknya kalau dalam
rangka menyambut Hari Pangan Sedunia 2015 setiap keluarga, komunitas,
lingkungan atau lembaga-lembaga, bersama-sama menjawab pertanyaan ini “Apa
yang harus kita lakukan agar lingkungan hidup kita menjadi semakin manusiawi?”.
Tindakan-tindakan kita sebagai wujud jawaban terhadap pertanyaan ini,
sesederhana apa pun, akan menjadi berkat bagi bumi dan bagi kita semua.
Upaya-upaya kecil itu menjadi bermakna karena dijiwai oleh iman, sehingga
melalui gerakan itu pula iman kita bertumbuh dan berbuah. Dalam hal ini
perlulah diingat bahwa Gereja bukan hanya sebuah organisasi. Gereja adalah
gerakan iman dan cinta melalui aksi-aksi nyata yang terus berkelanjutan, baik
yang dilakukan secara bersama maupun sendiri. Gerakan nyata itu tentu akan
lebih bermakna jika didukung dan disatukan dengan doa. Karena itu, marilah kita
memakai kesempatan bulan Rosario, bulan Oktober ini, untuk berdoa bersama dan
seperti Maria, Bunda Gereja. Kita mohon agar kita mampu mencerna segala derita
dunia dan tergerak melakukan sesuatu yang nyata.
Akhirnya, bersama-sama
dengan para imam, diakon dan semua pelayan umat, saya ingin mengucapkan terima
kasih kepada para Ibu/Bapak/Suster/Bruder/adik-adik kaum muda, remaja dan
anak-anak semua yang dengan beraneka cara terlibat dalam karya perutusan Gereja
Keuskupan Agung Jakarta. Melalui gerakan Hari Pangan Sedunia kali ini, kita
diajak untuk semakin peduli menjaga bumi. Kita berharap bahwa gerakan bersama
ini akan berbuah lebat melalui perubahan sikap dan perilaku kita. Salam dan
Berkat Tuhan untuk Anda semua, keluarga dan komunitas Anda.
Mgr.
Ignatius Suharyo — Uskup Agung Jakarta
PENDALAMAN
REFLEKSI
Jawablah
pertanyaan-pertanyaan berikut. Jawaban ditulis dikertas Folio. Dikumpulkan!
1.
Jelaskan alasan
mengapa Gereja memperingati Hari pangan Sedunia!
2.
Jelaskan bukti
bahwa Allah mencipta manusia tidak meninggalkan begitu saja melainkan setia
menemani dan menguatkan manusia!
3.
Jelaskan mengapa
dunia tempat tinggal kita ini disebut Rahim Bumi!
4.
Sebutkan apa
saja keprihatinan Paus Fransiskus terhadap situasi bumi sekarang ini!
5.
Jelaskan apa
yang menjadi penyebab dari kerusakan alam/bumi kita ini!
6.
Apakah arti
kebijaksanaan menurut Mgr. Suharyo?
7.
Sebutkan hal-hal
konkret yang dianjurkan oleh Paus sebagai keterlibatan kita dalam memelihara
bumi!
8.
Tuliskan 2 hal
konkret yang akan Anda lakukan agar lingkungan sekolah kita menjadi semakin
manusiawi