Materi Pokok 9
KELUARGA HARMONIS DAN SEJAHTERA
A. Kompetensi Dasar
Memahami gambaran
keluarga harmonis dan sejahtera.
B. Indikator Pencapaian
Hasil Belajar
Pada akhir pembelajaran peserta
didik-siswi dapat:
1.
Mengidentifikasi keluarga harmonis dan sejahtera.
2.
Mengidentifikasi usaha-usaha menciptakan keluarga yang
harmonis dan sejahtera.
3.
Menjelaskan hak dan kewajiban masing-masing anggota
keluarga.
4.
Mengidentifikasi hambatan-hambatan dalam mewujudkan
keluarga harmonis dan sejahtera.
5.
Menjelaskan cara membina sikap hidup dalam keluarga.
6.
Menjelaskan cara membina iman dalam keluarga.
7.
Memaknai ajaran agama dan kepercayaan berkaitan dengan
keluarga yang harmonis.
C. Landasan Pemikiran
Kehidupan yang menenteramkan dan membahagiakan, karena diakui
keberadaannya, sungguh dambaan setiap keluarga karena suasana seperti itulah
yang menjadikan setiap anggota keluarga merasa kerasan tinggal dalam
keluarganya. Sebaliknya, jika suasana dan kondisi tersebut tidak terjadi, maka
anggota keluarga cenderung lari ke tempat lain dan merasa kerasan tinggal di
sana daripada di rumahnya sendiri. Jika setiap anggota keluarga cenderung
mencaci dan melemparkan kesalahan, maka suasana rumah menjadi tidak nyaman dan
tidak mengenakkan bagi semua anggota keluarga.
UU RI no. 10 Tahun 1992 pasal 1 ayat 11 tentang perkembangan kependudukan
dan pembangunan keluarga sejahtera mengatakan bahwa keluarga sejahtera adalah
keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi
kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, memiliki hubungan serasi, selaras, seimbang, antar anggota dan antara
anggota keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. Oleh karena itu, hidup
berkeluarga hendaknya diwarnai sikap mesra dan komunikasi yang baik antara
anggota keluarga, karena munculnya banyak masalah itu diakibatkan oleh lemahnya
anggota keluarga dalam ber-komunikasi. Dalam berkomunikasi hendaknya dibedakan
antara isi yang hen-dak dikomunikasikan, nilai komunikasi, dan ungkapan
komunikasi itu sendiri.
1.
Isi komunikasi: Pesan, gagasan atau maksud anggota
keluarga akan sampai kepada anggota lainnya kalau dikomunikasikan. Yang utama
dalam berkomunikasi adalah bukan berbobot atau tidak berbobotnya pesan yang
disampaikan, tetapi bagaimana anggota keluarga lainnya mengetahui maksud pesan
tersebut sehingga tidak terjadi salah paham, sertadapat ditanggapi sesuai
dengan maksudnya. Maka, setiap anggota keluarga dituntut untuk menyampaikan
gagasannya dengan jelas dan jujur,
jangan hanya dipendam saja.
jangan hanya dipendam saja.
2.
Nilai komunikasi: komunikasi dalam keluarga tidak harus
berkisar pada masalah-masalah serius dan berat. Meski tidak ada hal penting
yang harusdisampaikan, komunikasi harus tetap dilakukan demi nilai komunikasi itu
sendiri. Orang menyapa bukan karena ingin menyampaikan berita penting, tetapi
lebih pada usaha membina relasi yang baik.
3.
Ungkapan komunikasi: membina relasi dalam keluarga tidak
mesti berupa perkataan yang diucapkan, tetapi juga berupa isyarat-isyarat yang
di-ungkapkan, misalnya berdiam diri,cemberut, anggukan, mengacungkan jempol,
dan sebagainya.
Hidup berkeluarga perlu direncanakan dan dipersiapkan dengan
sung-guh-sungguh agar tercipta keluarga yang harmonis dan sejahtera, baik tata
perekonomian rumah tangga, pekerjaan, kehidupan anak-anak, dan sebagainya.
Bahkan, dalam hidup bersama diperlukan tanggung jawab dari setiap anggota
keluarga, baik ayah atau suami, ibu atau istri, maupun anak. Tanggung jawab ayah atau suami, antara lain:
1.
Sebagai kepala
keluarga: ayah diharapkan dapat memberi nafkah secukupnya bagi keluarga, agar
dapat hidup layak.
2.
Sebagai partner
istri: suami diharapkan dapat menggembirakan hidup istrinya, mempercayai
istrinya, memberi kebebasan untuk bergerak bagi
istri dan anggota keluarganya, memberi dorongan yang dapat membesarkan hati istri dan anggota keluarganya.
istri dan anggota keluarganya, memberi dorongan yang dapat membesarkan hati istri dan anggota keluarganya.
3.
Sebagai kekasih:
suami diharapkan dapat memenuhi kebutuhan rohani, memberi cinta dan kemesraan
bagi istrinya.
4.
Sebagai pendidik:
ayah diharapkan tidak melepaskan masalah pendidika anak- anaknya hanya kepada ibu dan sekolah, karena anak
memerlukan ayah dalam perkembangannya, dan itu tidak dapat
digantikan.
Tanggung
jawab ibu atau istri, antara lain:
1.
Sebagai 'hati' keluarga: ibu diharapkan dapat menciptakan
suasana penuh cinta, percaya, keramahtamahan, dan kegembiraan dalam keluarga.
2.
Sebagai partner suami: istri diharapkan dapat mendorong suami
dalam menjalankan tugas dan kariernya.
3.
Sebagai kekasih: istri diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan rohani dan afeksi suaminya.
4.
Sebagai pendidik: ibu diharapkan mempunyai waktu bagi
anak-anaknya,meski sibuk dengan tugas rumah tangganya,
dengan memberi perhatian, minat, dan cinta bagi anaknya.
Tanggung jawab anak,
antara lain:
1.
Anak diharapkan taat dan setia kepada ayah dan ibunya,
sebagai kepala
dan hati keluarga.
dan hati keluarga.
2.
Anak diharapkan dapat membantu ayah dan ibunya.
UU
Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Bab VI tentang Hak dan Kewajiban Suami Istri menegaskan:
Pasal30
Suami-istri memikul
kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar
dari susunan mayarakat.
Pasal31
(1)
Hak dan kedudukan
istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah
tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
(2) Masing-masing pihak
berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
(3) Suami adalah kepala
keluarga dan istri adalah ibu rumah tangga
Pasal32
(1) Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang
tetap.
(2) Rumah kediaman termaksud
ditentukan oleh suami istri bersama.
Pasal33
Suami istri wajib saling mencintai, hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang
lain.
Pasal34
(1) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala
sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
(2) Istri wajib mengatur urusan rumah tangga
sebaik-baiknya.
(3) Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya,
masing-masing dapat
mengajukan gugatan kepada Pengadilan.
mengajukan gugatan kepada Pengadilan.
Pemecahan persoalan yang
timbul dalam keluarga, dapat dilakukan dengan cara membangun sikap demokratis
dan bersedia melakukan komunikasi yang baik antar anggota keluarga, sebagai
upaya menyelesaikan konflik yang terjadi. Hambatan-hambatan yang muncul untuk
mengupayakan dan menciptakan keharmonisan dalam keluarga, antara lain: sikap
pasrah, mudah puas dengan apa yang dicapai, sikap 'gali lubang tutup lubang',
boros dan enggan menabung, tidak terbuka dalam perencanaan dan pelaksanaannya,
sehingga menimbulkan sikap curiga dan tidak saling mempercayai dalam keluarga.
Sebaliknya, dalam kebersamaana hidup, setiap anggota keluarga perlu membina
sikap peduli terhadap persoalan yang dihadapi keluarga, mampu bekerja sama
dengan anggota keluarga lainnya, dari yang terbesar sampai yang terkecil, mau
menjadi pendengar yang baik dan bertanggung jawab, meluangkan waktu untuk
ngobrol, menciptakan humor meski menghadapi persoalan, dan sebagainya.
Orang beriman berusaha
untuk melihat kehadiran dan kehendak Tuhan dalam kehidupannya sehari-hari dan
berusaha melakukannya. Demikian pula yang terjadi dalam keluarga. Semua anggota
keluarga diharapkan memiliki kepekaan akan kehadiran Tuhan dalam keluarga, baik
ketika mengalami kegembiraan, kesedihan, maupun penuh tantangan. Aneka cara
yang dapat dilakukan oleh semua anggota keluarga untuk mengalami kehadiran
Tuhan, antara lain:
1.
Berdoa: berdoa
bersama dalam keluarga mempunyai makna tersendiri, terlebih pada
peristiwa-peristiwa penting keluarga, misalnya HUT kelahiran, HUT pernikahan,
peristiwa duka.
2.
Membaca kitab
suci: diartikan sebagai mendengarkan firman atau kehendak Tuhan, karena kitab
suci merupakan inspirasi hidup beriman. Tokoh-tokoh yang ada dalam kitab suci
dapat meneguhkan iman anggota keluarga.
3.
Merayakan hari
besar keagamaan dan kepercayaan: semua anggota keluarga diharapkan mempunyai
kebiasaan untuk merayakan hari besar keagamaan dan kepercayaan secara
bersama-sama.
4.
Mengikuti
pembinaan yang menyangkut kehidupan keluarga: pembinaan iman keluarga dapat
diusahakan dengan mengikuti kelompok atau organisasi yang memperhatikan
pembinaan hidup berkeluarga.
5.
Kebersamaan dan
keterlibatan dalam lingkungan: keluarga yang terlibat dalam lingkungan
mempunyai peluang besar untuk berkembang, juga dalam hal beriman, dibandingkan
dengan keluarga yang menutup diri.
Pembinaan iman dalam keluarga bukan hal yang mudah dan
sering menemui hambatan yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1.
Suasana keluarga:
kurang adanya komunikasi, kurang saling menghormati dan mempercayai, sering
terjadi percekcokan atau pertengkaran,dan sebagainya.
2.
Budaya keluarga:
menomorsatukan kebendaan dan menomorduakan agama serta hidup rohani, sikap masa
bodoh, dan sebagainya.
Berikut
ini disajikan beberapa pandangan dari berbagai agama dan kepercayaan tentang
keluarga harmonis dan sejahtera. Anda juga dapat membaca
sumber-sumber lain yang sesuai dengan tema untuk memperluas wawasan dan
pengetahuan Anda.
1.
Agama Islam
Agar tujuan pernikahan tercapai, suami istri harus
melakukan kewajiban-kewajiban hidup berumah tangga sebaik-baiknya dengan
landasan niat ikhlas karena Allah semata. Secara umum kewajiban suami istri meliputi:
1) Kewajiban suami, antara lain:
member! nafkah, sandang, pangan, dan tempat tinggal kepada istri dan
anak-anaknya sesuai dengan kemampuan Wang diusahakan secara maksimal; memimpin
serta membimbing istri dan anak-anak agar menjadi orang yang berguna buat diri
sendiri, keluarga, agama, masyarakat, serta bangsa dan negaranya; bergaul
dengan istri dan anak-anak dengan baik (makruf).
2) Kewajiban istri, antara lain:
taat kepada suami dalam batas-batas yang sesuai dengan ajaran Islam, maka
suruhan suami yang bertentangan dengan Islam tidak wajib ditaati; memelihara
diri, kehormatan, dan harta benda suami, baik di hadapan atau di belakangnya;
membantu suami dalam memimpin kesejahteraan dan keselamatan keluarganya;
menerima dan menghormati pemberian suami walaupun sedikit, serta mencukupkan
nafkah yang diberikan suami sesuai dengan kekuatan dan kemampuannya, hemat,
cermat, dan bijaksana; hormat dan sopan kepada suami dan keluarganya;
memelihara, mengasuh, dan mendidik anak agar menjadi anak yang saleh.
2. Agama Katolik
Keberadaan komisi keluarga
sesungguhnya merupakan ungkapan keyakinan bahwa keluarga memiliki peranan amat
sentral dalam hidup manusia. Karena itu pastoral keluarga harus mendapat
perhatian seluas-luasnya di tengah umat. Maksudnya, agar keluarga-keluarga
dapat mengambil bagian secara aktif dalam hidup dan perutusan Gereja. Yang
ingin dituju Kursus Persiapan Perkawinan (KPP), tentunya untuk membantu
kesiapan para calon dalam memasuki hidup perkawinan yang luhur, yang sekaligus
menuntut ketekunan dalam memperjuangkan keluhuran perkawinan itu sepanjang
hidupnya. Melalui KPP ini para calon pasangan suami istri (pasutri) diajak
menyadari perkawinan Katolik merupakan tanda dan sarana keselamatan. Bagaimana
mereka dapat menghayati Allah menyelamatkan mereka? Bagaimana mereka dapat
menghayati hidup perkawinan sekaligus menjadi saksi bahwa Allah menyelamatkan
mereka? Bagaimana mereka saling menjadi sarana untuk saling mencintai,
mengampuni, menghibur dan meneguhkan seumur hidupnya dalam suka dan duka? Dari
sinilah Komisi Keluarga diharapkan membantu agar pastoral keluarga lebih
diperkembangkan guna semakin memberdayakan keluarga dalam memberikan kesaksian
nilai-nilai luhur, seperti kesetiaan, kasih, cinta akan hidup dan semangat
mengampuni.
3. Agama Hindu
Tingkatan hidup berumah tangga atau membina keluarga disebut Grhastha.
Seorang Grhastin atau kepala keluarga memikul tanggung jawab yang besar.
Menurut ajaran Agama Hindu yang berfungsi sebagai kepala keluarga adalah ayah,
seorang ibu adalah pengasuh atau pembina keluarga terutama anak-anak yang lahir
dalam keluarga itu. Menurut Manavadhar-masastra dan Mahabharata, setiap anggota
keluarga mempunyai kewajiban masing-masing sesuai dengan dharma.
4. Agama Budha
Upaya mencari pasangan hidup biasa dilakukan
dalam tiga tahap: mencari, mendapat, dan membina. Perbedaan-perbedaan akan
muncul dengan sendiri-nya setelah memasuki jenjang perkawinan. Namun, dengan
komunikasi efektif hal itu dapat diatasi. Komunikasi efektif adalah kemampuan
untuk mau mendengar, bertanya, berbicara dan memuji. Komunikasi efektif bukan hanya
sekadar percakapan atau pembicaraan saja, tetapi juga suatu ketrampilan untuk
saling mengerti, memahami, percaya, saling berkorban, murah hati, menghormati,
setia, bijaksana, bertanggung jawab, pengendalian diri dalam membina pasangan
hidup. Dalam pandangan agama Buddha, perkawinan adalah suatu pilihan bukan
kewajiban, artinya seseorang dapat menjalani hidup berumah tangga atau hidup
sendiri. Hidup sendiri dapat menjadi bhikku/bhikkuni, samanera/samaneri,
anaga-reka/anagarini, silacarini, ataupun tinggal di rumah sebagai
anggota masyarakat biasa.
5. Agama Kristen
UU
No. 1/1974 pasal 1 menyatakan bahwa hakikat perkawinan ialah ikatan lahir batin
seorang laki-laki dengan seorang perempuan dengan tujuan membentuk keluarga
yang bahagia dan kekal dalam Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk mencapai tujuan
tersebut, ada tiga hal yang harus dilakukan oleh setiap anggota keluarga, yaitu
1. Mewujudkan keluarga yang takut
akan Tuhan, yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya;
2. Mewujudkan keluarga yang memiliki
etos kerja agar dapat makan dari hasil jerih payah tangan nya;
3. mewujudkan keluarga yang
kerasan di rumah (home sweet home) dengan tampil sebagai pohon anggur atau
tunas zaitun, yaitu
a) saling memelihara kehangatan
relasih kasih dalam keluarga;
b) saling mendorong semangat
c) saling mengobati.
Melalui materi pokok ini,
peserta didik-siswi diajak untuk menyadari makna hidup berkeluarga dan tanggung
jawab sebagai anggota keluarga, agar mereka lebih siap seandainya harus memilih
hidupberkeluarga.
Latihan
I. Jawablah
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan uraian yang jelas !
- Sebutkan
kriteria-kriteria keluarga harmonis dan sejahtera!
- Jelaskan
hak dan kewajiban masing-masing anggota keluarga!
- Sebutkan
hambatan-hambatan dalam mewujudkan keluarga harmonis dan sejahtera!
- Jelaskan
cara membina sikap hidup dalam keluarga!
- Jelaskan
cara membina iman dalam keluarga!
- Jelaskan
makna ajaran agama dan kepercayaan berhubungan dengan keluarga yang
harmonis dan sejahtera! - Jelaskan
arti komunikasi efektif suatu perkawinan menurut pandangan agama Budha !
8.
Sebutkan 3 (tiga) cara mewujudkan
keluarga yang kerasan di rumah (home sweet home) dengan tampil sebagai pohon
anggur atau tunas zaitun menurut pandangan Kristiani !
9.
Jelaskan pandangan yang disebut
Grhastha oleh agama Hindu !
- Mengapa
umat Katolik perlu mengikuti kursus persiapan perkawinan sebelum sakramen
perkawnan dilangsungkan ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar