MATERI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
KELAS XI
K.D.
1 : ARTI DAN MAKNA GEREJA
KOMPETENSI
DASAR
1.1.
Bersyukur
pada Allah yang menganugerahkan Gereja sebagai umat Allah dan
persekutuan yang terbuka.
2.1.
Bertang-gungjawabsebagaianggota Gereja yang merupakan umat Allah dan persekutuan
yang terbuka.
3.1.
Memahami
Gereja sebagai umat Allah dan persekutuan yang terbuka
4.1. Melakukan
aktivitas (menuliskan refleksi/doa/puisi/ membuat kliping berita dan gambar/
melakukan wawancara dengan tokoh-tokoh umat)
tentang Gereja sebagai umat Allah
dan persekutuan yang terbuka.
A. GEREJA
SEBAGAI UMAT ALLAH
Ciri Gereja sebagai umat Allah
nampak dari panggilan dan inisiatif Allah, persekutuan, hubungan mesra antara
manusia dengan Allah, karya keselamatan dan peziarahannya. Gereja Umat Allah
berkembang dan semakin meluas karena pemberitaan Injil oleh para Murid dan
orang-orang yang mau mengimani, yang mendapat pengalaman paskah, percaya dan
bertobat dan terus dijiwai dan dibimbing oleh Roh Kudus.
Dasar yang sebaiknya terus
dikembangkan dalam pandangan Gereja sebagai Umat Allah adalah bahwa hidup
menjemaat pada dasarnya merupakan hakikat Gereja itu sendiri. Sebab hakikat
Gereja adalah persaudaraan, cinta kasih seperti yang dicerminkan oleh hidup
jemaat perdana.
Konsekuensi yang harus
dikembangkan dalam pandangan Gereja sebagai Umat Allah adalah bahwa dalam hidup
menjemaat ada banyak kharisma dan rupa-rupa karunia yang dapat dilihat,
diterima dan digunakan untuk kepentingan seluruh anggota Gereja. Maka dalam
hidup menjemaat, semua orang mempunyai martabat dan tanggungjawab yang sama dan
secara aktif terlibat sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Kata “Gereja”, berasal
dari bahasa Portugis, igreja yang diambil dari kata bahasaYunani ekklesia, berarti
‘kumpulan’, ‘pertemuan’, ‘rapat’. Paus Fransiskus menjelaskan ekklesiasebagai
“pertemuan akbar orang-orang yang dipanggil”:Allah memanggil kita semua untuk
menjadi keluarga-Nya. Gereja, adalah kasih Allah
yang diaktualisasikan dalam mencintai diri-Nya dan orang lain, semua orang,
tanpa membeda-bedakan. Gereja menjadi nyata ketika karunia Roh Kudus memenuhi
hati para Rasul dan membakar semangat mereka untuk pergi ke luar dan memulai
perjalanan mereka untuk mewartakan Injil, menyebarkan kasih Allah.
Apa itu Gereja? Apabila pertanyaan tersebut ditujukan
kepada Umat katolik sendiri, banyak yang menjawab Gereja sebagai tempat ibadat
atau tempat untuk misa agama katolik atau agama kristen lainnya. Ada pula yang
menjawab Gereja itu sebuah organisasi rohani atau keagamaan dengan pemimpinnya
Paus, Uskup, Imam. Bagi orang-orang non kristen, Gereja sama dengan tempat
ibadat orang kristiani, atau bahkan Gereja adalah sebuah lembaga sosial
keagamaan warisan bangsa kolonial ratusan tahun silam. Istilah atau
kata “Gereja” selain diartikan sebagai sebuah gedung atau tempat orang
Kristiani beribadat, juga mengandung pengertian sebagai kumpulan orang-orang yang percaya dan beriman kepada Yesus
Kristus. Gereja sebagai Umat Allah bukanlah pertama-tama organisasi
manusiawi, melainkan perwujudan dari karya keselamatan Allah. Arti dan Makna Gereja” menurut ekklesiologi
sesudah Konsili Vatikan II adalah Gereja adalah Umat
Allah, semua anggota terlibat dalam pewartaan kristus. Gereja Umat Allah berdasarkan pengalaman iman Bangsa Israel
dipahami sebagai bangsa terpilih.
“Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya
banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh,
demikian pula Kristus”(1Kor.12:12). Kutipan
kata-kata santo Paulus kepada jemaat di Korintus tersebut menegaskan bahwa Gereja terdiri dari banyak anggota namun satu kesatuan dalam
Kristus. Paham Gereja
sebagai Umat Allah mengakui kesamaan martabat dan peran semua anggota Gereja,
mereka berbeda dalam hal fungsi dan perannya.
Gereja sebagai persekutuan
yang terbuka artinya semua warga Gereja diajak menyadari pentingnya keterbukaan bagi penganut agama lain
Rencana Bapa yang bermaksud menyelamatkan semua orang
“Atas keputusan
kebijaksanaan serta kebaikan-Nya yang sama sekali bebas dan rahasia, Bapa yang
kekal menciptakan dunia semesta. Ia menetapkan, bahwa Ia akan mengangkat
manusia untuk ikut serta menghayati hidup Ilahi. Ketika dalam diri Adam umat
manusia jatuh, Ia tidak meninggalkan mereka, melainkan selalu membantu mereka
supaya selamat, demi Kristus Penebus, citra Allah yang tak kelihatan, yang
sulung dari segala makluk (Kol 1:15). Adapun semua orang, yang sebelum segala zaman
telah dipilih oleh Bapa, telah dikenal-Nya dan ditentukan-Nya sejak semula,
untuk menyerupai citra putera-Nya, supaya Dialah yang menjadi sulung diantara
banyak saudara (Rom 8:29). Bapa menetapkan untuk menghimpun mereka yang beriman
akan Kristus dalam Gereja kudus.
B. GEREJA
SEBAGAI PERSEKUTUAN YANG TERBUKA
Perubahan cara pandang Gereja
dari model institusi piramidal menjadi model persekutuan umat:
Gambar 1.3 : Gereja Umat Allah
Model Institusi Piramidal
Sebelum Konsili Vatikan II Gereja mempunyai model/bentuk institusional, hierarkis
pyramidal
·
Para hierarki (Paus, Uskup, dan para tahbisan) menguasai Umat.
·
Organisasi (lahiriah) yang berstruktur piramidal, tertata rapi.
·
Mereka memiliki kuasa untuk menentukan segala sesuatu bagi seluruh
Gereja.
·
Sedangkan Umat hanya mengikuti saja
hasil keputusan hierarki.
·
Model ini cenderung “imamsentris” atau “hierarki sentris” artinya
hierarki pusat gerak Gereja.
·
Gereja model piramidal cenderung mementingkan aturan, lebih statis
dan sarat dengan aturan.
·
Gereja sering merasa sebagai satu-satunya penjamin kebenaran dan
keselamatan bahkan bersikap triumfalistik
(memegahkan diri)
Gambar 1.4 : Gereja Umat Allah Model Persekutuan Umat
Setelah Konsili Vatikan II, ada keterbukaan dan pembaharuan cara pandang pada Gereja sebagai persekutuan Umat.
Setelah Konsili Vatikan II, ada keterbukaan dan pembaharuan cara pandang pada Gereja sebagai persekutuan Umat.
·
Gereja tidak lagi “hierarki sentris” melainkan Kristosentris”
artinya Kristuslah
pusat hidup Gereja. Sedangkan kaum hierarki, Awam, dan Biarawan-Biarawati
sama-sama mengambil bagian dalam tugas Kristus dengan cara yang berbedabeda sesuai dengan talenta dan kemampuannya masing-masing.
pusat hidup Gereja. Sedangkan kaum hierarki, Awam, dan Biarawan-Biarawati
sama-sama mengambil bagian dalam tugas Kristus dengan cara yang berbedabeda sesuai dengan talenta dan kemampuannya masing-masing.
·
Gereja lebih bersikap terbuka dan rela berdialog untuk semua
orang. Gereja meyakini bahwa di luar Gereja pun
terdapat keselamatan.
·
Adanya paham Gereja sebagai Umat Allah yang memberikan penekanan
pada kolegialitas episkopal (keputusan
dalam kebersamaan).
·
Adanya pembaharuan (aggionarmento) yang mendorong
Umat untuk terlibat dan berpartisipasi serta bekerjasama
dengan para klerus.
·
Kepemimpinan Gereja; Didasarkan pada spiritualitas Yesus yang melayani
para murid-Nya, maka konsekuensi yang
dihadapi oleh Gereja sebagai Umat Allah adalah:
hierarki yang ada dalam Gereja bertindak sebagai pelayan bagi Umat dengan cara mau memperhatikan dan mendengarkan Umat. Selain itu
keterlibatan Umat untuk mau aktif dan bertanggung
jawab atas perkembangan Gereja juga menjadi hal
yang penting. Maka, hierarki dan Umat/awam diharapkan
dapat menjalin kerja sama sebagai partner kerja dalam
karya penyelamatan Allah di dunia
Gereja sebagai persekutuan
yang terbuka artinya semua warga gereja diajak menyadari pentingnya
keterbukaan. Bukan hanya keterbukaan dengan sesama dalam iman dan keyakinan
melainkan keterbukaan bagi agama lain. Artinya, kita membuka berbagai
kemungkinan kerjasama yang baik dengan semua pihak. Kita perlu melakukan dialog
unuk saling mengenal dan memperkaya.
Kaum hierarki dan
biarawan-biarawati memiliki martabat yang sama dengan kaum awam yaitu sebagai Umat Allah dengan fungsi atau
peranan yang berbeda. Dengan kata lain yang membedakan hierarki dan awam adalah
fungsinya, dan bukan hakikatnya.
Gereja sebagai persekutuan
yang terbuka harus selalu siap untuk berdialog dengan agama dan budaya manapun.
Gereja perlu membangun kerjasama yang lebih intensif dengan siapa saja yang
berkehendak baik.
Bentuk kegiatan yang menjadi contoh dan tanda
bahwa Gereja adalah persekutuan yang terbuka:
a.
Gereja
terbuka terhadap masalah-masalah kemiskinan, inkulturasi dan dialog antar
agama.
b.
Lahirnya
semboyan pelayanan Gereja kepada kaum miskin: “preferential option for the poor”
c.
Kegiatan
APP (Aksi Puasa Pembangunan) yang merupakan wujud gereja untuk memberi
perhatian kepada orang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel.
d.
Di
sekolah, kita mempunyai tradisi mengumpulkan dana “Lima Roti dua Ikan” yang
merupakan wujud keterlibatan kita membantu sesama kita yang miskin. Juga uang
sosial yang kita kumpulkan setiap bulan digunakan untuk membantu teman kita
yang sakit, berduka atau karyawan sekolah yang membutuhkan bantuan.
Cara Hidup Jemaat Perdana
(Kis 4: 32-37; bdk.1 Kor
12: 12 - 27)
32 Adapun kumpulan orang
yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorang pun yang
berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala
sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama.
33 Dan dengan kuasa yang
besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam
kasih karunia yang melimpah-limpah.
34 Sebab tidak ada seorang
pun yang berkekurangan di antara mereka, karena semua orang yang mempunyai
tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu, dan hasil penjualan itu mereka bawa
35 dan mereka letakkan di
depan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan
keperluannya.
36 Demikian pula dengan
Yusuf, yang oleh rasul-rasul disebut Barnabas, artinya anak penghiburan,
seorang Lewi dari Siprus.
37
Ia menjual ladang miliknya, lalu
membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul
Makna Kutipan Kitab Suci Kisah Para
Rasul
·
Kitab Suci (Kis 4:32-37) di atas memberikan gambaran yang ideal terhadap komunitas/persekutuan
Umat Perdana. Cara hidup Umat Perdana tersebut tetap relevan bagi kita hingga
sekarang. Kebersamaan dan menganggap semua adalah milik bersama mengungkapkan
persahabatan yang ideal pada waktu itu. Yang pokok ialah bahwa semua anggota jemaat
dicukupi kebutuhannya dan tidak seorang pun menyimpan kekayaan bagi dirinya
sendiri sementara yang lain berkekurangan.
Mungkin saja kita tidak dapat
menirunya secara harafiah, sebab situasi sosial-ekonomi kita sudah sangat
berbeda. Namun, semangat dasarnya dapat kita tiru, yaitu kepekaan terhadap
situasi sosial-ekonomis sesama saudara dalam persekutuan Umat. Kebersamaan kita
dalam hidup menggereja tidak boleh terbatas pada hal-hal rohani seperti doa,
perayaan ibadah, kegiatan-kegiatan pembinaan iman, tetapi harus juga menyentuh
kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya seperti yang sekarang digalakkan
dalam Komunitas Basis Gereja
EVALUASI
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut dengan uraian yang jelas dan
benar!
1. Sebutkan
ciri-ciri Gereja sebagai Umat Allah
2. Apa yang
memungkinkan Gereja sebagai umat Allah dapat berkembang sehingga mencapai
situasi seperti sekarang ini?
3. Apakah
dasar yang sebaiknya terus dikembangkan dalam pandangan Gereja sebagai Umat
Allah?
4. Jelaskan
konsekuensi yang harus dikembangkan dalam pandangan Gereja sebagai Umat Allah!
5. Jelaskan
apa yang dimaksud dengan Gereja sebagai persekutuan yang terbuka!
6. Jelaskan
posisi kaum Hierarki dan biarawan-biarawati dalam pengertian Gereja sebagai
persekutuan yang terbuka!
7. Sebut dan
jelaskan tuntutan yang senantiasa harus dipenuhi Gereja sebagai persekutuan
yang terbuka!
8. Sebutkan
berbagai bentuk kegiatan yang menjadi contoh dan tanda bahwa Gereja adalah
persekutuan yang terbuka!
9. Berdasarkan
kutipan dari Kisah Para Rasul (Kis.4: 32-37) menganai cara hidup Jemaat
Perdana, jawablah pertanyaan berikut:
a. Apa saja
yang menarik dari cara hidup Umat Perdana yang dikisahkan di atas?
b. Gambaran
Gereja model apa yang terungkap dari kisah tersebut?
Apakah cara hidup Umat Perdana itu dapat kita
tiru secara harafiah? Mengapa?